Selasa, 11 April 2017

PERENCANAAN DAN EVALUASI

Makalah
 PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH
“ Perencanaan dan Evaluasi “



Dosen Pengampuh : Rudi Azis, ST.,M.Si
Matakuliah : Perencanaan Pengembangan Wilayah




“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Perencanaan Pengembangan Wilayah”

Oleh :
Kelompok III (Kelas B)
MUHAMMAD  SYARIF  AL-QADRI                ( 214 101 040 )
S A V E R I N U S     R A G A                              ( 214 101 050 )
NUR  INDAH  MASID  SILONDAE                   ( 214 101 056 )
A S P R I A D I    M A N A N                               ( 213 101 046 )
R I K A   N U R    I S T I K O M A H                  ( 214 101 060 )
L   I   N   D   A                                                         ( 214 101 072 )


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS LAKIDENDE
UNAAHA
2017






KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah initepat pada waktunya. Selawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam makalah “Perencanaan Pengembangan Wilayah” kami bermaksud membahas tentang Perencanaan dan Evaluasi dalam Pengembangan Wilayah. Adapun tujuan selanjutnya adalah untuk memenuhi tugas matakuliah Perencanaan Pengembangan Wilayah.
Makalah ini akan menjadi bahan masukan serta merupakan bahan tambahan  ilmu pengaetahuan dan wawasan para pembaca dalam mengkaji perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah.
Setidaknya dengan makalah ini, ada semacam pencerahan intelektual dalam menyuguhkan motivasi yang intrinsik untuk segera mempelajari teori atau konsep perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah sehingga kita dapat meminimalisasi kesalahan, kekeliruan dan penyimpangan-penyimpangan dalam perencanaan pengembangan wilayah.
Tentunya, dalam makalah ini akan ditemukan kelemahan-kelemahan atau bahkan kekeliruan. Dengan itu, kami sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik konstruktif sebagai upaya pembangunan mental guna penyempurnaan isi makalah ini.

Uepai, Januari 2017

Penulis,








DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah                                                                                     2
1.3  Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
1.4  Manfaat Penulisan ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1   Perencanaan Pengembangan Wilayah..................................................... 3
2.2   Evaluasi dalam Pengembangan Wilayah................................................. 6

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan .............................................................................................. 21
3.2  Saran ........................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Penerapan otonomi daerah di Indonesia telah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada setiap daerah untuk melakukan berbagai upaya menge mbangkan wilayahnya berdasarkan potensi yang dimiliki. Dengan kewenangan   tersebut   diharapkan   pengembangan wilayah akan sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, terjadi pula pergeseran pada paradigma pengembangan wilayah sekarang ini, seperti proses perencanaan yang top- down menuju bottom-up, desentralisasi, penguatan institusi lokal dan perhatian pada masalah lingkungan.
Kajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah berkaitan erat dengan berkembangnya Regional Science (Ilmu Wilayah) yang muncul sebagai kritik terhadap teori-teori dalam ilmu ekonomi yang dianggap terlalu menyederhanakan permasalahan dengan hanya melihat dari sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand), padahal dalam kenyataannya dimensi ruang sangat mempengaruhi kedua sisi tersebut. Ilmu wilayah kemudian dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan terapan (applied science) yang memasukkan dimensi ruang (lokasi) terhadap ilmu ekonomi. Pengembangan wilayah merupakan upaya mendorong perkembangan wilayah melalui pendekatan komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi dan sosial (Misra R.P, Regional Development, 1982).   Dalam perkembangannya di  Indonesia, berbagai  pendekatan      telah diterapkan. Pada dasarnya, perkembangan pendekatan pengembangan wilayah ditujukan untuk mengefisienkan  pembangunan berdasarkan evaluasi pelaksanaan pendekatan  sebelumnya serta disesuaikan tuntutan dalam kurun waktu tertentu.
Terkait paparan di atas kami bermaksud mengulas lebih lanjut mengenai perencanaan dan evaluasi serta hubungan antara perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah.

1.2    Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan perencanaan ?
2.         Apa yang dimaksud dengan evaluasi ?
3.         Apa hubungan perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah ?

1.3    Tujuan Penulisan
1.         Untuk mengetahui dan memahamai apa yang dimaksud dengan perencanaan.
2.         Untuk mengetahui dan memahamai apa yang dimaksud dengan evaluasi.
3.         Untuk mengetahui dan memahami bagaimana hubungan antara perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah.

1.4    Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk bahan masukan serta merupakan bahan tambahan  ilmu pengaetahuan dan wawasan serta mengetahui dan memahami perencanaan dalam pengembangan wilayah, evaluasi dalam pengenbangan wilayah serta bagaimana hubungan antara perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah,










BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Perencanaan
Secara umum terdapat dua unsur penting dalam perencanaan, yaitu hal yang ingin dicapai dan cara untuk mencapainya. Dalam proses perencanaan, kedua unsur tersebut baik secara eksplisit maupun implisit dimuat pada berbagai nomenklatur seperti visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, proyek, aktivitas, dan lain sebagainya. Perencanaan memiliki dimensi ruang dan waktu, sehingga memerlukan penjelasan mengenai fenomena di masa lalu dan yang akan datang, serta distribusinya secara spasial. Selain itu, hal mendasar dalam perencanaan adalah bahwa perencanaan haruslah ditujuakn untuk kepentingan pembangunan manusia secara berkelanjutan. Oleh karena itu, perencanaan harus juga dimaknai dengan kinerja sosial budaya masyarakat yang selaras dengan kelestarian lingkungannya. Kedua hal terakhir ini menunjukan bahwa didalam suatu proses perencanaan harus mempertimbangkan modal sosial (socia capital) dan sumberdaya bersama (common pool resousces) yang harus dikelola secara berkelanjutan.
Dengan demikian bidang kajian perencanaan pengembangan wilayah bagi sebagian kalangan tidak cukup jika hanya mencakup domain ilmu. Pemahaman ilmu ini memiliki syarat, perlu (necessary condition) teknis manajemen dan administrasi, bahkan sebagian menganggap juga seni (art) mengelola pembangunan publik di dan antar-wilayah.
Secara historis kegagalan program-program pembangunan didalam mencapai tujuannya seringkali bukan semata-mata kegagalan di dalam program atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri tetapi ada sumbangan “kesalahan” karena berkembangnya kepercayaan terhadap kebenaran teori-teori atau konsep-konsep pembangunan yang melandasinya. Teori-teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami koreksi, sehingga selalu melahirkan pergeseran tentang niali-nilai yang dianggap “benar” dan “baik” di dalam proses pembangunan. Yang semula di anggap benar dan baik, di kemudian hari akhirnya dianggap salah atau tidak baik, akibat pelajaran dari pengalaman, pergeseran nilai-nilai kehidupan dan perkembangan teknologi atau juga akibat perubahan pemahaman hasil dari cara analisis-analisi baru. Dalam bahasa sehari-hari hal ini desebut juga sebagai pergeseran paradigma atau lahirnya paradigma baru.
Ilmu-ilmu atau kajian-kajian mengenai perencanaan pengembangan wilayah secara umum ditunjang oleh 4 pilar pokok, yaitu : (1) inventarisasi, klasifikasi dan evaluasi sumberdaya, (2) aspek ekonomi, (3) aspek kelembagaan (institusional), dan (4) aspek lokasi / spasial.
1.    Inventarisasi, Klasifikasi dan Evaluasi Sumberdaya
Sumberdaya adalah segala bentuk-bentuk input yang dapat menghasilkan utilitas (kemanfaatan) proses produksi atau penyediaan barang dan jasa. Sesuatu dapat dikatakan sebagai suatu sumberdaya jika manusia telah memiliki atau menguasai teknologi untuk memanfaatkannya dan adanya permintaan untuk memanfaatkannya. Sumberdaya selalu memiliki sifat langka (scarcity), dan memiliki guna (utility) melalui suatu aktivitas produksi atau melalui penyediaan berupa barang dan jasa. Pemahaman atas prinsip-prinsip kelangkaan berimplikasi pada perlunya suatu sistem alokasi. Di satu sisi, manusia pada dasarnya mempunyai keinginan yang tidak terbatas, di sisi lain ketersediaan sumberdaya sangat terbatas dan secara geografis keberadaannya di alam seringkali bersifat melekat pada lokasi-lokasi tertentu. Dengan demikian disamping terbatas, sumberdaya (khususnya sumberdaya alam) tersebar tidak merata, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Pilar utama dalam suatu perencanaan dan pengembangan wilayah didasarkan pada pemikiran di atas. Mengingat distribusinya yang tidak merata, tahap pertama dari suatu pengembangan wilayah teknokratik adalah mengidentifikasikan sumberdaya yang ada melalui kegiatan evaluasi sumberdaya, baik sumberdaya alami, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, maupun sumberdaya sosial. Evaluasi sumberdaya merupakan pilar yang paling utama dalam suatu perencanaan dan pengembangan wilayah.
Evaluasi sumberdaya merupakan proses untuk menduga potensi dan daya dukung sumberdaya untuk berbagai penggunaan. Dengan demikian, evaluasi sumberdaya adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan suatu sumberdaya dengan sifat yang dimiliki oleh sumberdaya tersebut. Hasil dari suatu evaluasi sumberdaya menjadi suatu dasar bagi tahap-tahap selanjutnya dalam perencanaan dan pengembangan wilayah.
2.    Aspek Ekonomi
Mengingat keterbatasan/kelangkaan dan ketidakmerataan sumberdaya, maka setiap potensi sumberdaya yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini mengandung arti bahwa setiap sumberdaya harus dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin. Dalam teori ekonomi, prinsip efisiensi dibagi menjadi dua jenis yaitu ; efisiensi produksi dan efisiensi alokasi. Efisiensi produksi dicapai dengan meminimumkan biaya untuk menghasilkan satu unit output. Sedangkan efisiensi alokasi adalah suatu kondisi di mana dalam suatu produksi output, sumberdaya yang dialokasikan adalah maksimum dan harga produksi barang sama dengan biayamarginalnya. Dalam proses perencanaan dan pengembangan wilayah, aspek ekonomi berperan penting untuk mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien baik dalam perspektif jangka pendek maupun jangka panjang.
3.    Aspek Kelembagaan (institusional)
Penguasaan dan pengelolaan sumberdaya sangat ditentukan oleh sistem kelembagaan yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Sistem nilai yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat, dapat menentukan pembagian tanah atau lahan bagi anggota masyarakat. Kelembagaan (institution), sebagai kumpulan aturan main (rules of game) dan organisasi, berperan penting dalam mengatur penggunaan/alokasi sumberdaya secara efisien, merata, dan berkelanjutan (sustainable).
4.    Aspek Lokasi / Spasial
Sumberdaya alam seringkali memiliki lokasi yang melekat pada posisi geografisnya segingga, hampir tidak mungkin untuk memindahkan sumberdaya seperti sungai, gunung, danau dan bagiannya. Kalaupun bisa memerlukan biaya yang mahal. Oleh karena itu, dalam perencanaan dan pengembangan wilayah perlu mempertimbangkan aspek lokasi dan ekonomi. Dengan kata lain, pengembangan wilayah harus memperhatikan aspek tata ruang.
Perencanaan dapat berarti hal yang berbeda buat orang yang berbeda. Bagi orang yang memiliki profesi tertentu, perencanaan dapat berarti suatu kegiatan khusus yang memerlukan keahlian tertentu, sifatnya cukup rumit, banyak menguras tenaga dan pikiran, serta membutuhkan waktu yang lama dalam penyusunannya. Akan tetapi, bagi orang lain perencanaan dapat berarti suatu pekerjaan sehari-hari, tidak rumit, bahkan bisa saja orang tersebut tidak menyadari bahwa dia telah melakukan perencanaan.
Defenisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tingkatan kedua, perencanaan dapat didefinisikan sebagai menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tingkatan yang sedikit lebih kompleks perencanaan dapat diartikan sebagai menetapkan suatu tujuan setelah memperhatikan pembatas internal dan pengaruh eksternal, memilih, serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam perencanaan terkadang terdapat faktor-faktor yang tidak dapat diramalkan sebelumnya. Oleh karena itu perencanaan juga dapat diartikan sebagai mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Walaupun defenisi perencanaan tersebut sudah cukup rumit, namun definisi diatas barulah menyangkut arti perencanaan itu sendiri tetapi belum menyentuh unsur wilayah atau lokasi. Agar perencanaan itu menjadi perencanaan wilayah maka harus ditambahkan dengan unsur lokasi.
Dengan demikian, definisi perencanaan wilayah adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan.
Perencanaan merupakan bagian dari pengambilan keputusan, adapun pengambilan keputusan adalah memilih tindakan untuk menyelesaikan permasalahan. Pengambilan keputusan ada yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Perencanaan merupakan pengambilan keputusan jangka panjang atau hal-hal yang berkaitan dengan masa depan.
Perencanaan pada dasarnya merupakan kegiatan yang berkaitan dengan upaya pemanfaatan sumber daya dan faktor-faktor produksi yang terbatas untuk dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan tujuan yang  ingin  dicapai.  Dalam  hal perencanaan  wilayah  menjadi  penting karena beberapa hal, diantaranya (Tarigan, 2005) :
a)    Banyak  potensi  wilayah  selain  terbatas  juga  tidak  mungkin  lagi diperbanyak atau diperbaharui.
b)   Kemampuan  teknologi  dan  cepatnya  perubahan  dalam  kehidupan manusia yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali.
c)    Kesalahan perencanaan yang telah dilaksanakan di lapangan seringkali sulit untuk diubah atau diperbaiki kembali.
d)   Lahan    dibutuhkan    oleh    setiap    manusia    untuk    mendukung kehidupannya. Sementara kemampuan setiap orang dalam mendapatkan lahan tidak sama sehingga perlu ada pengaturan pengunaan lahan.
e)    Tatanan wilayah dan aktivitas manusia saling mempengaruhi.
f)    Potensi wilayah yang diberikan alam perlu dimanfaatkan secara bijak untuk kemakmuran dalam jangka panjang dan berkesiambungan sehingga diperlukan perencaan yang menyeluruh dan cermat.
3.2    Evaluasi
Rencana evaluasi sering dilupakan oleh para perencana padahal hal ini sangat penting. Rencana evaluasi adalah suatu uraian tentang kegiatan yang akan dilakukan untuk menilai sejauh mana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tersebut telah tercapai.
Evaluasi merupakan bagian yang penting dari proses manajemen karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan itu telah mencapai tujuan atau belum.
Banyak batasan tentang evaluasi, secara umum dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Evaluasi adalah membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan.
Menurut kamus istilah manajemen, evaluasi ialah suatu proses bersistem dan objektif menganalisis sifat dan ciri pekerjaan didalam suatu organisasi atau pekerjaan. Levey (1973) mengatakan, "To evaluate is to make a value judment, it involves comparing something with another and then making either choice or action decision".
Sedangkan menurut Perhimpunan Kesehatan Masyarakat Amerika, evaluasi ialah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Proses tersebut mencakup kegiatan-kegiatan memformulasikan tujuan, identifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan mengukur keberhasilan, menentukan dan menjelaskan derajat keberhasilan dan rekomendasi untuk kelanjutan aktivitas program.
Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses atau kegiatan dan dalam kegiataan evaluasi itu mencakup langkah-langkah :
1.    Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.
2.    Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan program yang akan dievaluasi.
3.    Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.
4.    Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan evaluasi tersebut.
5.    Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.
6.    Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
Dilihat dari implikasi hasil evaluasi bagi suatu program, dibedakan adanya jenis evaluasi, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mendiagnosis suatu program yang hasilnya digunakan untuk pengembangan atau perbaikan program. Biasanya evaluasi formatif dilakukan pada proses program (program masih berjalan).
Sedangkan evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang dilakukan untuk menilai hasil akhir dari suatu program. Biasanya evaluasi sumatif ini dilakukan pada waktu program telah selesai (akhir program). Meskipun demikian pada praktek evaluasi program sekaligus mencakup kedua tujuan tersebut.
Evaluasi suatu program kesehatan masyarakat dilakukan terhadap tiga hal, yakni evaluasi terhadap proses pelaksanaan program, evaluasi terhadap hasil program dan evaluasi terhadap dampak program.
1.    Evaluasi proses ditujukan terhadap pelaksanaan program yang menyangkut penggunaan sumber daya, seperti tenaga, dana, dan fasilitas lain.
2.    Evaluasi hasil program ditujukan untuk menilai sejauh mana program tersebut berhasil, yakni sejauh mana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Misalnya meningkatnya cakupan imunisasi, meningkatnya ibu-ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya, dan sebagainya.
3.    Evaluasi dampak program ditujukan untuk menilai sejauh mana program itu mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Dampak program-program kesehatan ini tercermin dari membaiknya atau meningkatnya indikator-indikator kesehatan masyarakat. Misalnya menurunnya angka kematian bayi (IMR), meningkatnya status gizi anak balita, menurunnya angka kematian ibu, dan sebagainya.
Dalam program kesehatan masyarakat, disamping evaluasi juga dilakukan monitoring atau pemantauan program. Monitoring dilakukan sejalan dengan evaluasi, dengan tujuan agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan program tersebut berjalan sesuai dengan yang direncanakan, baik waktunya maupun jenis kegiatannya.
Dalam monitoring tidak dilakukan penilaian seperti pada evaluasi tetapi hanya mengamati dan mencatat. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara kegiatan dengan yang direncanakan, dilakukan koreksi. Demikian pula apabila terjadi ketidakcocokan antara penggunaan sumber daya (biaya, tenaga, dan sarana) dengan yang direncanakan, dilakukan pembetulan. Oleh sebab itu, dalam prakteknya monitoring atau pemantauan ini kadang-kadang diidentikkan dengan evaluasi proses dari suatu program.

3.3    Konsep Pengembangan Wilayah
Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.
Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa -kota (rural-urban linkages) dalam pengembangan wilayah.
Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran cemerlang putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.
Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris diatas, maka secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.
Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.
3.4    Hubungan Perencanaan dan Evaluasi dalam Pengembangan Wilayah




BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Berdasarkan dari paparan pembahasan materi diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni :
1.    Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tingkatan yang sedikit lebih kompleks perencanaan dapat diartikan sebagai menetapkan suatu tujuan setelah memperhatikan pembatas internal dan pengaruh eksternal, memilih, serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan yang bersifat komperhensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pada dasarnya pendekatan pengembangan wilayah ini digunakan untuk lebih mengefisiensikan pembangunan dan konsepsi ini tersus berkembang disesuaikan dengan tuntutan waktu, teknologi dan kondisi wilayahnya.
2.    Wilayah (region) didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu dan bagian-bagiannya tergantung secara internal. Dapat dipahami bahwa pengertian wilayah secara akademis bersifat sangat relatif, tergantung pada aspek yang ditinjau. Dengan demikian aspek wilayah menjadi parameter dalam perencanaan pembangunan wilayah sebagai bahan pertimbangan.
3.    Proses perencanaan pengembangan wilayah selalu berhadapan dengan objek-objek perencanaan yang memiliki sifat keruangan (spasial). Oleh karenanya dalam analisis perencanaan wilayah, analisis yang menyangkut objek-objek dalam sistem keruangan (analisis spasial) menjadi sangat penting begitu pula teori-teori lokasi spasial dengan analisis-analisis yang dikembangan menjadi landasan dalam kajian perencanaan pengembangan wilayah.

3.2    Saran
Makalah ini akan menjadi bahan masukan serta merupakan bahan tambahan  ilmu pengaetahuan dan wawasan para pembaca dalam mengkaji perencanaan dalam pengembangan wilayah serta avaluasi dalam pengenbangan wilayah, maka dari itu penulis menyarankan agar pembaca benar-benar menyimak isi dari makalah ini jika terdapat persoalan-persoalan yang agak rumpang kami berharap semoga pembaca dapat berfikir tepat dan benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan keliru. Setidaknya dengan makalah ini, ada semacam pencerahan intelektual dalam menyuguhkan motivasi yang intrinsik.
Tentunya, dalam makalah ini akan ditemukan kelemahan-kelemahan atau bahkan kekeliruan. Dengan itu, kami sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik konstruktif sebagai upaya pembangunan mental guna penyempurnaan isi makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA

Isard, W. 1975. Introduction to Regional Science. Prentice-Hal Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Kartono, Rahardjo dan Sandy. 1989. Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana.
Rustiadi, Ernan. Saefulhakim, Sunsun dan Panuju, Dyah R. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta. Crespent Press.
Sutami. 1980. Ilmu Wilayah. Beberapa Pemikiran Untuk Pembangunan Nasional. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar