Makalah
PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH
“ Perencanaan dan Evaluasi “
Dosen Pengampuh : Rudi Azis, ST.,M.Si
Matakuliah :
Perencanaan Pengembangan Wilayah
“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Perencanaan
Pengembangan Wilayah”
Oleh :
Kelompok III (Kelas B)
MUHAMMAD
SYARIF
AL-QADRI ( 214 101 040 )
S A V E R I N U S R A G A (
214 101 050 )
NUR INDAH
MASID SILONDAE (
214 101 056 )
A S P R I A D I M A N
A N ( 213 101 046 )
R I K A N U R I S T I
K O M A H ( 214 101 060 )
L I N D A (
214 101 072 )
PROGRAM STUDI ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS
ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS
LAKIDENDE
UNAAHA
2017
KATA
PENGANTAR
Segala puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah initepat pada waktunya.
Selawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam
makalah “Perencanaan
Pengembangan Wilayah” kami
bermaksud membahas tentang Perencanaan dan
Evaluasi dalam Pengembangan Wilayah. Adapun tujuan selanjutnya adalah untuk memenuhi tugas matakuliah Perencanaan Pengembangan Wilayah.
Makalah ini
akan menjadi bahan
masukan serta merupakan bahan tambahan
ilmu pengaetahuan dan wawasan para pembaca
dalam mengkaji perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah.
Setidaknya
dengan makalah ini, ada semacam pencerahan intelektual dalam menyuguhkan
motivasi yang intrinsik untuk segera mempelajari teori atau
konsep perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah sehingga kita dapat meminimalisasi
kesalahan, kekeliruan dan penyimpangan-penyimpangan dalam perencanaan pengembangan
wilayah.
Tentunya,
dalam makalah ini akan ditemukan kelemahan-kelemahan atau bahkan kekeliruan.
Dengan itu, kami sangat
berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik konstruktif sebagai upaya
pembangunan mental guna penyempurnaan isi
makalah ini.
Uepai, Januari 2017
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Perencanaan Pengembangan Wilayah..................................................... 3
2.2
Evaluasi
dalam Pengembangan Wilayah................................................. 6
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan .............................................................................................. 21
3.2
Saran ........................................................................................................ 22
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penerapan otonomi daerah di
Indonesia telah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada setiap daerah
untuk melakukan berbagai upaya menge mbangkan wilayahnya berdasarkan potensi
yang dimiliki. Dengan kewenangan tersebut
diharapkan pengembangan wilayah akan sesuai dengan karakteristik
wilayah tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, terjadi pula pergeseran pada
paradigma pengembangan wilayah sekarang ini, seperti proses perencanaan yang
top- down menuju bottom-up, desentralisasi, penguatan institusi lokal dan
perhatian pada masalah lingkungan.
Kajian Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah berkaitan erat dengan berkembangnya Regional Science (Ilmu Wilayah)
yang muncul sebagai kritik terhadap teori-teori dalam ilmu ekonomi yang
dianggap terlalu menyederhanakan permasalahan dengan hanya melihat dari sisi
penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand), padahal dalam kenyataannya
dimensi ruang sangat mempengaruhi kedua sisi tersebut. Ilmu wilayah kemudian
dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan terapan (applied science) yang memasukkan
dimensi ruang (lokasi) terhadap ilmu ekonomi. Pengembangan wilayah merupakan upaya
mendorong perkembangan wilayah melalui pendekatan komprehensif mencakup aspek
fisik, ekonomi dan sosial (Misra R.P, Regional Development, 1982). Dalam perkembangannya di Indonesia, berbagai pendekatan telah diterapkan. Pada dasarnya,
perkembangan pendekatan pengembangan wilayah ditujukan untuk
mengefisienkan pembangunan berdasarkan
evaluasi pelaksanaan pendekatan
sebelumnya serta disesuaikan tuntutan dalam kurun waktu tertentu.
Terkait paparan di atas kami bermaksud mengulas lebih lanjut mengenai
perencanaan dan evaluasi serta hubungan antara perencanaan dan evaluasi dalam
pengembangan wilayah.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan perencanaan ?
2.
Apa yang
dimaksud dengan evaluasi ?
3.
Apa hubungan
perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan wilayah ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui dan memahamai apa yang dimaksud dengan perencanaan.
2.
Untuk
mengetahui dan memahamai apa yang dimaksud dengan evaluasi.
3.
Untuk
mengetahui dan memahami bagaimana hubungan antara perencanaan dan evaluasi
dalam pengembangan wilayah.
1.4
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk bahan
masukan serta merupakan bahan tambahan
ilmu pengaetahuan dan wawasan serta mengetahui dan memahami perencanaan dalam
pengembangan wilayah, evaluasi dalam pengenbangan wilayah serta bagaimana hubungan antara perencanaan dan evaluasi
dalam pengembangan wilayah,
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Perencanaan
Secara umum terdapat dua unsur penting dalam perencanaan, yaitu hal yang
ingin dicapai dan cara untuk mencapainya. Dalam proses perencanaan, kedua unsur
tersebut baik secara eksplisit maupun implisit dimuat pada berbagai nomenklatur
seperti visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, proyek,
aktivitas, dan lain sebagainya. Perencanaan memiliki dimensi ruang dan waktu,
sehingga memerlukan penjelasan mengenai fenomena di masa lalu dan yang akan
datang, serta distribusinya secara spasial. Selain itu, hal mendasar dalam
perencanaan adalah bahwa perencanaan haruslah ditujuakn untuk kepentingan
pembangunan manusia secara berkelanjutan. Oleh karena itu, perencanaan harus
juga dimaknai dengan kinerja sosial budaya masyarakat yang selaras dengan
kelestarian lingkungannya. Kedua hal terakhir ini menunjukan bahwa didalam
suatu proses perencanaan harus mempertimbangkan modal sosial (socia capital) dan sumberdaya bersama (common pool resousces) yang harus
dikelola secara berkelanjutan.
Dengan demikian bidang kajian perencanaan pengembangan wilayah bagi
sebagian kalangan tidak cukup jika hanya mencakup domain ilmu. Pemahaman ilmu
ini memiliki syarat, perlu (necessary
condition) teknis manajemen dan administrasi, bahkan sebagian menganggap
juga seni (art) mengelola pembangunan
publik di dan antar-wilayah.
Secara historis kegagalan program-program pembangunan didalam mencapai
tujuannya seringkali bukan semata-mata kegagalan di dalam program atau
pelaksanaan pembangunan itu sendiri tetapi ada sumbangan “kesalahan” karena
berkembangnya kepercayaan terhadap kebenaran teori-teori atau konsep-konsep
pembangunan yang melandasinya. Teori-teori pembangunan selalu berkembang dan
mengalami koreksi, sehingga selalu melahirkan pergeseran tentang niali-nilai
yang dianggap “benar” dan “baik” di dalam proses pembangunan. Yang semula di
anggap benar dan baik, di kemudian hari akhirnya dianggap salah atau tidak baik,
akibat pelajaran dari pengalaman, pergeseran nilai-nilai kehidupan dan
perkembangan teknologi atau juga akibat perubahan pemahaman hasil dari cara
analisis-analisi baru. Dalam bahasa sehari-hari hal ini desebut juga sebagai
pergeseran paradigma atau lahirnya paradigma baru.
Ilmu-ilmu atau kajian-kajian mengenai perencanaan pengembangan wilayah
secara umum ditunjang oleh 4 pilar pokok, yaitu : (1) inventarisasi, klasifikasi
dan evaluasi sumberdaya, (2) aspek ekonomi, (3) aspek kelembagaan
(institusional), dan (4) aspek lokasi / spasial.
1.
Inventarisasi,
Klasifikasi dan Evaluasi Sumberdaya
Sumberdaya adalah segala bentuk-bentuk input yang dapat menghasilkan
utilitas (kemanfaatan) proses produksi atau penyediaan barang dan jasa. Sesuatu
dapat dikatakan sebagai suatu sumberdaya jika manusia telah memiliki atau
menguasai teknologi untuk memanfaatkannya dan adanya permintaan untuk
memanfaatkannya. Sumberdaya selalu memiliki sifat langka (scarcity), dan
memiliki guna (utility) melalui suatu aktivitas produksi atau melalui penyediaan
berupa barang dan jasa. Pemahaman atas prinsip-prinsip kelangkaan berimplikasi
pada perlunya suatu sistem alokasi. Di satu sisi, manusia pada dasarnya
mempunyai keinginan yang tidak terbatas, di sisi lain ketersediaan sumberdaya
sangat terbatas dan secara geografis keberadaannya di alam seringkali bersifat
melekat pada lokasi-lokasi tertentu. Dengan demikian disamping terbatas,
sumberdaya (khususnya sumberdaya alam) tersebar tidak merata, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas.
Pilar utama dalam suatu perencanaan dan pengembangan wilayah didasarkan
pada pemikiran di atas. Mengingat distribusinya yang tidak merata, tahap
pertama dari suatu pengembangan wilayah teknokratik adalah mengidentifikasikan
sumberdaya yang ada melalui kegiatan evaluasi sumberdaya, baik sumberdaya
alami, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, maupun sumberdaya sosial.
Evaluasi sumberdaya merupakan pilar yang paling utama dalam suatu perencanaan
dan pengembangan wilayah.
Evaluasi sumberdaya merupakan proses untuk menduga potensi dan daya dukung
sumberdaya untuk berbagai penggunaan. Dengan demikian, evaluasi sumberdaya
adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan suatu
sumberdaya dengan sifat yang dimiliki oleh sumberdaya tersebut. Hasil dari
suatu evaluasi sumberdaya menjadi suatu dasar bagi tahap-tahap selanjutnya
dalam perencanaan dan pengembangan wilayah.
2.
Aspek Ekonomi
Mengingat keterbatasan/kelangkaan dan ketidakmerataan sumberdaya, maka
setiap potensi sumberdaya yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini
mengandung arti bahwa setiap sumberdaya harus dimanfaatkan seefisien dan
seefektif mungkin. Dalam teori ekonomi, prinsip efisiensi dibagi menjadi dua
jenis yaitu ; efisiensi produksi dan efisiensi alokasi. Efisiensi produksi
dicapai dengan meminimumkan biaya untuk menghasilkan satu unit output.
Sedangkan efisiensi alokasi adalah suatu kondisi di mana dalam suatu produksi
output, sumberdaya yang dialokasikan adalah maksimum dan harga produksi barang
sama dengan biayamarginalnya. Dalam proses perencanaan dan pengembangan
wilayah, aspek ekonomi berperan penting untuk mengalokasikan sumberdaya secara
lebih efektif dan efisien baik dalam perspektif jangka pendek maupun jangka
panjang.
3.
Aspek
Kelembagaan (institusional)
Penguasaan dan pengelolaan sumberdaya sangat ditentukan oleh sistem
kelembagaan yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Sistem nilai yang
berlaku dalam suatu kelompok masyarakat, dapat menentukan pembagian tanah atau
lahan bagi anggota masyarakat. Kelembagaan (institution), sebagai kumpulan
aturan main (rules of game) dan organisasi, berperan penting dalam mengatur
penggunaan/alokasi sumberdaya secara efisien, merata, dan berkelanjutan
(sustainable).
4.
Aspek Lokasi / Spasial
Sumberdaya alam seringkali memiliki lokasi yang melekat pada posisi
geografisnya segingga, hampir tidak mungkin untuk memindahkan sumberdaya
seperti sungai, gunung, danau dan bagiannya. Kalaupun bisa memerlukan biaya
yang mahal. Oleh karena itu, dalam perencanaan dan pengembangan wilayah perlu
mempertimbangkan aspek lokasi dan ekonomi. Dengan kata lain, pengembangan
wilayah harus memperhatikan aspek tata ruang.
Perencanaan dapat berarti hal yang berbeda buat orang yang
berbeda. Bagi orang yang memiliki profesi tertentu, perencanaan dapat berarti suatu
kegiatan khusus yang memerlukan keahlian tertentu, sifatnya cukup rumit, banyak
menguras tenaga dan pikiran, serta membutuhkan waktu yang lama dalam
penyusunannya. Akan tetapi, bagi orang lain perencanaan dapat berarti suatu
pekerjaan sehari-hari, tidak rumit, bahkan bisa saja orang tersebut tidak
menyadari bahwa dia telah melakukan perencanaan.
Defenisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan
adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tingkatan kedua, perencanaan dapat
didefinisikan sebagai menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah
memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut memilih
serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tingkatan
yang sedikit lebih kompleks perencanaan dapat diartikan sebagai menetapkan
suatu tujuan setelah memperhatikan pembatas internal dan pengaruh eksternal,
memilih, serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam perencanaan terkadang terdapat faktor-faktor yang
tidak dapat diramalkan sebelumnya. Oleh karena itu perencanaan juga dapat
diartikan sebagai mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan
perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan
faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat
dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Walaupun
defenisi perencanaan tersebut sudah cukup rumit, namun definisi diatas barulah
menyangkut arti perencanaan itu sendiri tetapi belum menyentuh unsur wilayah
atau lokasi. Agar perencanaan itu menjadi perencanaan wilayah maka harus
ditambahkan dengan unsur lokasi.
Dengan demikian, definisi perencanaan wilayah adalah
mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai
faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,
menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari
berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan.
Perencanaan merupakan bagian dari pengambilan
keputusan, adapun pengambilan keputusan adalah memilih tindakan untuk
menyelesaikan permasalahan. Pengambilan keputusan ada yang bersifat jangka
pendek dan jangka panjang. Perencanaan merupakan pengambilan keputusan jangka
panjang atau hal-hal yang berkaitan dengan masa depan.
Perencanaan pada dasarnya merupakan kegiatan yang
berkaitan dengan upaya pemanfaatan sumber daya dan faktor-faktor produksi yang
terbatas untuk dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Dalam hal perencanaan
wilayah menjadi penting karena beberapa hal, diantaranya (Tarigan,
2005) :
a)
Banyak
potensi wilayah selain terbatas juga tidak
mungkin lagi diperbanyak atau diperbaharui.
b)
Kemampuan
teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan
manusia yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali.
c)
Kesalahan
perencanaan yang telah dilaksanakan di lapangan seringkali sulit untuk diubah
atau diperbaiki kembali.
d)
Lahan
dibutuhkan oleh setiap
manusia untuk mendukung kehidupannya.
Sementara kemampuan setiap orang dalam mendapatkan lahan tidak sama sehingga perlu
ada pengaturan pengunaan lahan.
e)
Tatanan
wilayah dan aktivitas manusia saling mempengaruhi.
f)
Potensi
wilayah yang diberikan alam perlu dimanfaatkan secara bijak untuk kemakmuran
dalam jangka panjang dan berkesiambungan sehingga diperlukan perencaan yang
menyeluruh dan cermat.
3.2
Evaluasi
Rencana evaluasi sering dilupakan oleh para perencana
padahal hal ini sangat penting. Rencana evaluasi adalah suatu uraian tentang
kegiatan yang akan dilakukan untuk menilai sejauh mana tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan tersebut telah tercapai.
Evaluasi merupakan bagian yang penting dari proses manajemen
karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program
atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk
mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan itu telah mencapai
tujuan atau belum.
Banyak batasan tentang evaluasi, secara umum dapat dikatakan
bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Evaluasi adalah membandingkan antara
hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan.
Menurut kamus istilah manajemen, evaluasi ialah suatu proses
bersistem dan objektif menganalisis sifat dan ciri pekerjaan didalam suatu
organisasi atau pekerjaan. Levey (1973) mengatakan, "To evaluate is to
make a value judment, it involves comparing something with another and then
making either choice or action decision".
Sedangkan menurut Perhimpunan Kesehatan Masyarakat Amerika,
evaluasi ialah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan
usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Proses tersebut mencakup
kegiatan-kegiatan memformulasikan tujuan, identifikasi kriteria yang tepat
untuk digunakan mengukur keberhasilan, menentukan dan menjelaskan derajat
keberhasilan dan rekomendasi untuk kelanjutan aktivitas program.
Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
atau kegiatan dan dalam kegiataan evaluasi itu mencakup langkah-langkah :
1. Menetapkan atau memformulasikan
tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang akan dievaluasi terhadap program yang
dievaluasi.
2. Menetapkan kriteria yang akan
digunakan dalam menentukan keberhasilan program yang akan dievaluasi.
3. Menetapkan cara atau metode evaluasi
yang akan digunakan.
4. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan
menganalisis data atau hasil pelaksanaan evaluasi tersebut.
5. Menentukan keberhasilan program yang
dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tersebut serta memberikan
penjelasan-penjelasan.
6. Menyusun rekomendasi atau
saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap program berikutnya berdasarkan hasil
evaluasi tersebut.
Dilihat
dari implikasi hasil evaluasi bagi suatu program, dibedakan adanya jenis
evaluasi, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
dilakukan untuk mendiagnosis suatu program yang hasilnya digunakan untuk
pengembangan atau perbaikan program. Biasanya evaluasi formatif dilakukan pada
proses program (program masih berjalan).
Sedangkan
evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang dilakukan untuk menilai hasil akhir
dari suatu program. Biasanya evaluasi sumatif ini dilakukan pada waktu program
telah selesai (akhir program). Meskipun demikian pada praktek evaluasi program
sekaligus mencakup kedua tujuan tersebut.
Evaluasi
suatu program kesehatan masyarakat dilakukan terhadap tiga hal, yakni evaluasi
terhadap proses pelaksanaan program, evaluasi terhadap hasil program dan
evaluasi terhadap dampak program.
1. Evaluasi proses ditujukan terhadap
pelaksanaan program yang menyangkut penggunaan sumber daya, seperti tenaga,
dana, dan fasilitas lain.
2. Evaluasi hasil program ditujukan
untuk menilai sejauh mana program tersebut berhasil, yakni sejauh mana
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Misalnya meningkatnya cakupan
imunisasi, meningkatnya ibu-ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya, dan
sebagainya.
3. Evaluasi dampak program ditujukan
untuk menilai sejauh mana program itu mempunyai dampak terhadap peningkatan
kesehatan masyarakat. Dampak program-program kesehatan ini tercermin dari
membaiknya atau meningkatnya indikator-indikator kesehatan masyarakat. Misalnya
menurunnya angka kematian bayi (IMR), meningkatnya status gizi anak balita,
menurunnya angka kematian ibu, dan sebagainya.
Dalam
program kesehatan masyarakat, disamping evaluasi juga dilakukan monitoring atau
pemantauan program. Monitoring dilakukan sejalan dengan evaluasi, dengan tujuan
agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan program
tersebut berjalan sesuai dengan yang direncanakan, baik waktunya maupun jenis
kegiatannya.
Dalam
monitoring tidak dilakukan penilaian seperti pada evaluasi tetapi hanya
mengamati dan mencatat. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara kegiatan dengan
yang direncanakan, dilakukan koreksi. Demikian pula apabila terjadi
ketidakcocokan antara penggunaan sumber daya (biaya, tenaga, dan sarana) dengan
yang direncanakan, dilakukan pembetulan. Oleh sebab itu, dalam prakteknya
monitoring atau pemantauan ini kadang-kadang diidentikkan dengan evaluasi
proses dari suatu program.
3.3
Konsep Pengembangan Wilayah
Konsep pengembangan wilayah di
Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar
pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk
penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan
wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang
senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali
menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
pembangunan di Indonesia.
Dalam sejarah perkembangan konsep
pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut
mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu
Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama
pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua
adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan
trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak
terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan
teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya
dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann
(era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah
pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat
pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya
model keterkaitan desa -kota (rural-urban
linkages) dalam pengembangan wilayah.
Keberadaan landasan teori dan konsep
pengembangan wilayah diatas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang
lahir dari pemikiran cemerlang putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami
(era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif
untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat
pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi
lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde
Kota.
Berdasarkan pemahaman teoritis dan
pengalaman empiris diatas, maka secara konseptual pengertian pengembangan
wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan
dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan
pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian
antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan
ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah
NKRI.
Berpijak pada pengertian diatas maka
pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan
sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan
diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat
komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai
sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan,
manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem
kelembagaan yang melingkupinya.
3.4
Hubungan Perencanaan dan Evaluasi dalam
Pengembangan Wilayah
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan dari paparan pembahasan materi diatas, dapat ditarik
beberapa kesimpulan yakni :
1.
Perencanaan
adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tingkatan yang sedikit lebih kompleks
perencanaan dapat diartikan sebagai menetapkan suatu tujuan setelah
memperhatikan pembatas internal dan pengaruh eksternal, memilih, serta
menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan Pengembangan
wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah
secara harmonis melalui pendekatan yang bersifat komperhensif mencakup aspek
fisik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pada dasarnya pendekatan pengembangan
wilayah ini digunakan untuk lebih mengefisiensikan pembangunan dan konsepsi ini
tersus berkembang disesuaikan dengan tuntutan waktu, teknologi dan kondisi
wilayahnya.
2.
Wilayah (region) didefinisikan sebagai suatu unit
geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu dan bagian-bagiannya tergantung
secara internal. Dapat dipahami bahwa pengertian
wilayah secara akademis bersifat sangat relatif, tergantung pada aspek yang
ditinjau. Dengan demikian aspek wilayah menjadi parameter dalam perencanaan pembangunan
wilayah sebagai bahan pertimbangan.
3.
Proses perencanaan pengembangan wilayah
selalu berhadapan dengan objek-objek perencanaan yang memiliki sifat keruangan
(spasial). Oleh karenanya dalam analisis perencanaan wilayah, analisis yang
menyangkut objek-objek dalam sistem keruangan (analisis spasial) menjadi sangat
penting begitu pula
teori-teori lokasi spasial dengan analisis-analisis yang dikembangan menjadi
landasan dalam kajian perencanaan pengembangan wilayah.
3.2
Saran
Makalah ini akan menjadi bahan masukan
serta merupakan bahan tambahan ilmu
pengaetahuan dan wawasan para
pembaca dalam mengkaji perencanaan dalam pengembangan
wilayah serta avaluasi dalam pengenbangan wilayah, maka dari itu penulis menyarankan agar pembaca
benar-benar menyimak isi dari makalah ini jika terdapat persoalan-persoalan
yang agak rumpang kami berharap semoga pembaca dapat berfikir tepat dan
benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan keliru. Setidaknya dengan makalah ini, ada semacam pencerahan intelektual dalam
menyuguhkan motivasi yang intrinsik.
Tentunya, dalam makalah ini akan ditemukan kelemahan-kelemahan atau bahkan
kekeliruan. Dengan itu, kami sangat
berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik konstruktif sebagai upaya
pembangunan mental guna penyempurnaan isi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Isard, W. 1975. Introduction to Regional Science.
Prentice-Hal Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Kartono,
Rahardjo dan Sandy. 1989. Esensi
Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana.
Rustiadi, Ernan.
Saefulhakim, Sunsun dan Panuju, Dyah R. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta. Crespent Press.
Sutami. 1980. Ilmu Wilayah. Beberapa Pemikiran Untuk
Pembangunan Nasional. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar