Makalah
UNSUR SOSIAL
BUDAYA
ETNIS
MASYARAKAT SULAWESI SELATAN
( Makassar, Bugis, Selayar )
Oleh
:
Muhammad Syarif Al-Qadri , dkk.
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS LAKIDENDE
KONAWE
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Selawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam
makalah “Unsur-Unsur Sosial Budaya Masyarakat Etnis Sulawesi Selatan” kami bermaksud membahas Etnografi dan unsur-unsur
kebudayaan suku makassar, bugis dan selayar berdasarkan tujuh unsur budaya. Adapun
tujuan selanjutnya adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kepemimpinan.
Kami menyadari bahwa makalah ini kemungkinan-kemungkinan adanya
kekeliruan pasti ada dan masih sangat
jauh dari yang namanya kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Uepai, November 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.......................................................................................... 2
1.3 Tujuan
Penulisan............................................................................................ 2
1.4 Manfaat
Penulisan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sistem Religi.................................................................................................. 5
2.2 Sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial................................................. 5
2.3 Sistem Pengetahuan....................................................................................... 7
2.4 Bahasa............................................................................................................ 8
2.5 Kesenian......................................................................................................... 9
2.6 Sistem Mata
Pencaharian Hidup/Sistem Ekonomi......................................... 11
2.7 Sistem
Teknologi............................................................................................ 12
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.................................................................................................... 13
3.2
Saran.............................................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bangsa Indonesia kaya
akan keanekaragaman suku, agama, dan bahasa yang memungkinkan diadakannya
penelitian di bidang Etnografi dan Etnoliguistik. Pengetahuan dan penelitian
Etnografi dan Etnolinguistik sangat bagus untuk inventarisasi, dokumentasi, dan
referensi. Dalam mencari identitas bangsa Indonesia, sangat perlu menelusuri keberadaan
Etnografi dan Etnolinguistik sebagai bagian kebudayaan bangsa.
Kebudayaan
di daerah Sulawesi Selatan sebenarnya tergolong banyak, terutama suku / etnisnya. Jika dilihat dari segi mayoritas penduduk
hanya terdapat beberapa kelompok etnis besar yang berada di daerah Sulawesi
Selatan. Diantaranya ; Bugis, Makassar dan
Toraja. Begitu pula dalam pemakaian bahasa sehari-hari, memang kelompok etnis
inilah yang terlihat lebih dominan diantara banyaknya bahasa yang digunakan
etnis minoritas yang ada di Sulawesi Selatan.
Suku makassar yang biasa mnyebut diri mereka sebagai orang mangasara atau
to mangkasara. Sebagian besar berdiam di kabupaten gowa, takalar, jeneponto,
bantaeng, maros dan pangkajene di provinsi sulawesi selatan. Sama seperti suku
bangsa bugis, masyarakat ini juga memiliki kebiasaan merantau melintasi laut.
Sebagian di antara mereka merantau keberbagai daerah lain di indonesia, serta
terkenal pula sebagai pelaut dan pedagang antar pulau yang gigih. Sedangkan komunitas suku
Selayar, selama ini lebih dikenal sebagai sub-suku Makassar, atau kadang
disebut juga sebagai suku Bugis-Selayar. Beberapa penulis dan peneliti sering
menganggap suku Selayar ini adalah bagian dari suku Makassar. Secara kultur budaya, suku Selayar ini mirip dengan
kultur budaya suku Makassar dan suku Bugis. Beberapa cara hidup dan adat, serta
bisa dikatakan mirip dengan orang Makassar.
Terkait paparan diatas maka kami tertarik membahas tentang etnis suku
bugis, makassar dan selayar berdasarkan 7 (jutuh) unsur kebudayaan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
Etnografi dalam suku Bugis, Makassar dan Selayar ?
2. Bagaimanakah
kebudayaan suku Bugis, Makassar dan Selayar dalam contoh unsur-unsur kebudayaan?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami Etnografi dalam suku Bugis, Makassar dan Selayar.
2. Untuk mengetahui dan memahami kebudayaan suku Bugis, Makassar dan Selayar dalam contoh unsur-unsur kebudayaan.
1.4
Manfaat Penulisan
Sebagai bahan acuan dan penambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai kultur
budaya masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya dan masyarakat etnis Bugis, Makassar
dan Selayar pada khususnya.
BAB II
PENBAHASAN
Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu
kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan
hidup dari sudut pandang penduduk asli, sebagaimana dikemukakan oleh bronislaw
malinowski, bahwa tujuan etnografi adalah “memahami sudut pandang penduduk
asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya”
(1922 : 25). Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar
mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara,
berfikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jadi etnografi tidak hanya mempelajari
masyarakat saja, melainkan lebih dari itu ( Spradly, 2006 : 4 ).
Bugis adalah suku yang tergolong ke
dalam suku - suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal
dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan
"ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di
Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La
Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka
menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La
Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan
Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We
Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia
dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang
dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo
dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi
masyarakat LuwukKaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi
seperti Buton.
Suku Makassar adalah nama Melayu untuk sebuah etnis yang mendiami pesisir
selatan pulau Sulawesi. Lidah Makassar menyebutnya Mangkassara' berarti Mereka
yang Bersifat Terbuka. Etnis
Makassar ini adalah etnis yang berjiwa penakluk namun demokratis dalam
memerintah, gemar berperang dan jaya di laut. Tak heran pada abad ke-14-17,
dengan simbol Kerajaan Gowa, mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan
yang luas dengan kekuatan armada laut yang besar berhasil membentuk suatu
Imperium bernafaskan Islam, mulai dari keseluruhan pulau Sulawesi, kalimantan
bagian Timur, NTT, NTB, Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian utara.
Mereka menjalin Traktat dengan Bali, kerjasama dengan Malaka dan Banten dan
seluruh kerajaan lainnya dalam lingkup Nusantara maupun Internasional
(khususnya Portugis). Kerajaan ini
juga menghadapi perang yang dahsyat dengan Belanda hingga kejatuhannya akibat
adudomba Belanda terhadap Kerajaan taklukannya. Berbicara tentang Makassar maka adalah identik pula dengan
suku Bugis yang serumpun.
Istilah Bugis dan Makassar adalah istilah yang diciptakan oleh Belanda
untuk memecah belah kedua etnis ini. Hingga pada akhirnya kejatuhan Kerajaan
Makassar pada Belanda, segala potensi dimatikan, mengingat Suku ini terkenal
sangat keras menentang Belanda. Dimanapun mereka bertemu Belanda, pasti
diperanginya. Beberapa tokoh sentral Gowa yang menolak menyerah seperti Karaeng
Galesong, hijrah ke Tanah Jawa memerangi Belanda disana. Bersama armada lautnya
yang perkasa, memerangi setiap kapal Belanda yang mereka temui.
Sejarah Makassar masih sangat panjang. Generasi demi generasi yang terampas
harga diri dan kepercayaan dirinya sedang bangkit bertahap demi bertahap sambil
berusaha menyambung kebesaran nama Makassar, "Le'ba Kusoronna Biseangku,
Kucampa'na Sombalakku,
Tamammelokka Punna Teai Labuang"
Suku Selayar (To
Silajara), merupakan suatu komunitas masyarakat yang berdiam di pulau Selayar
yang berada di kabupaten kepulauan Selayar di provinsi Sulawesi Selatan. Komunitas suku Selayar, selama ini lebih dikenal
sebagai sub-suku Makassar, atau kadang disebut juga sebagai suku Bugis-Selayar.
Beberapa penulis dan peneliti sering menganggap suku Selayar ini adalah bagian
dari suku Makassar. Berdasarkan
tempat tinggal etnis selayar dimana mereka tinggal di daerah kepulauan banyak
hal-hal yang istimewa yang mana Pulau Selayar yaitu hampir semua suku, etnik, agama
dan budaya yang ada di sulawesi ada di pulau ini. Suku Makassar, Bugis, Mandar, yang
merupakan suku besar yang mendiami hampir seluruh daratan sulawesi juga ada
disini. Yang menarik bahwa masing-masing etnis tidak ada yang mayoritas semua
mencerminkan adat dan budaya masing-masing. Bahkan dalam perkembangannnya telah
terjadi evolusi budaya yang kemudian menjadikan satu adat istiadat ini menjadi
adat Selayar.
Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik yang bersifat materi, maupun yang nonmateri. Seperti detailnya
bahwa kebudayaan itu mempunyai 7 (tujuh) unsur, yakni sistem matapencaharian hidup (ekonomi), peralatan hidup
(teknologi), ilmu pengetahuan, sistem social, bahasa, kesenian dan sistem religi. Jika dihubungkan dengan sejarah, maka kebudayaan sangat
erat kaitannya karena sejarah adalah suatu ilmu yang selalu
membahas ketujuh unsur kebudayaan dilihat dari waktunya.
2.1
Sistem Religi
Agama mayoritas orang Bugis, Makassar dan selayar adalah Islam. Selain itu ada juga yang beragama Kristen Protestan dan
Katolik. Mereka
tergolong pemeluk agama yang taat, karena kewajiban beribadah adalah prioritas
utama. Masyarakat
Bugis, makassar dan selayar mempercayai adanya tokoh-tokoh dewa dan roh nenek
moyang serta makhluk gaib lainnya. Tokoh dewa dalam keyakinan masyarakat bugis,
makassar dan selayar disebut Patoto-e (dewa penentu nasib), Dewata Seuwa-e (dewa tunggal) dan Turie a’rana (kehendak tertinggi).
Masyarakat Bugis, makassar dan
selayar menganggap bahwa budaya (adat) itu keramat. Budaya
(adat) tersebut didasarkan atas lima unsur pokok panngaderreng (aturan adat
yang keramat dan sakral), yaitu sebagai berikut.
1. Ade (‘ada
dalam bahasa Makassar).
2. Bicara.
3. Rapang.
4. Wari’.
5. Sara’.
2.2
Sistem Kemasyarakatan
dan Organisasi Social
Sistem
kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri
atas Tetta (ayah), amma’ (ibu), anak, mintu (menantu), ampung (cucu), Daeng (kakak), aring (adik), purina (paman/bibi), kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian
sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang
jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri,
dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok
kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan
keluarga unilateral.
Sementara
itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi
sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.
Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi
sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai
sendiri.
Sistem
kekerabatan yang terjadi dilingingkungan masyarakat
kepulauan selayar adalah
passikambeang to silajara dimana passi bermakna interaksi dua pihak atau lebih dan saling mengakui
intergritas dalam kesetaraan, kambe’
bermakna menunjukkan identitas kelompok, tambahan akriran ang bermakna menghilangkan skat antara dua kambe’, maka dapat disimpulkan passikambeang
bermakna menyatunya berbagai kelompok menjadi satu kesatuan yang utuh dengan
landasan kesetaraan tanpa menghilangkan identitas kelompok, pau silajara’
na a’sipakatauki.
Perkawinan yang ideal di Makassar sebagai berikut.
1.
Assialang Marola adalah perkawinan
antara saudara sepupu sederajat kesatu baik dari pihak ayah/ibu.
2.
Assialanna Memang adalah perkawinan
antara saudara sepupu sederajat kedua baik dari pihak ayah / ibu.
Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan anak dengan
ayah/ibu dan menantu dengan mertua.
Kegiatan-kegiatan sebelum perkawinan, meliputi; Mappuce-puce (meminang
gadis), Massuro (menentukan tanggal pernikahan), Maddupa
adalah mengundang dalam pesta perkawinan. Perkawinan yang biasa ada di Bugis-Makassar disebut Mapabothi
Sistem hubungan kekerabatan yang berlaku dalam
masyarakat ini adalah bilateral, karena keluarga besar pihak ayah dan pihak ibu
dianggap sama-sama memiliki peran penting dalam kehidupan sosial seseorang.
Tetapi mereka mengkategorikan hubungan kekerabatan itu berdasarkan kedekatan
dan keakrabatan. Kerabat yang dianggap "dekat" disebut bija. Kerabat
dekat ini dibedakan lagi menjadi bija pammanaka, yaitu kerabat dekat karena
hubungan darah, dan bija panreng-rengan, yaitu kerabat dekat karena hubungan
perkawinan. Bentuk pemilihan jodoh secara tradisional cenderung endogami
keluarga besar, terutama pilihan yang disebut saudara sepupu silang, walaupun
pada masa sekarang sudah amat sulit dipertahankan. Sedangkan pola menetap
sesudah menikah cenderung untuk bersifat virilokal, yaitu tinggal menetap di
lingkungan pihak orang tua lelaki suami.
Pelapisan sosial masyarakat Makassar terpengaruh oleh
sisa-sisa sistem sosial zaman Kerajaan Tana (Buta) ri Gowa dan Kesultanan
Makassar dulu. Pada zaman dulu Kerajaan Gowa dibagi ke dalam beberapa daerah
yang disebut bate. Masing-masing diperintah oleh seorang kepala negeri yang
disebut karaeng atau gollarang. Pada masa sekarang para bangsawan keturunan
raja-raja Gowa itu disebut ana' karaeng Maraenganaya. Lapisan sosial orang
biasa yang mayoritas, disebut maradeka. Pada zaman dulu dikenal pula satu
lapisan paling bawah, yaitu para hamba sahaya yang disebut ata.
2.3
Sistem Pengetahuan
Lontar adalah salah satu tumbuhan di daerah Bugis-Makassar, lontar
adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Burung
Rangkong Julang Sulawesi yang tergabung dalam marga Bucerotidae adalah salah
satu hewan yang ada di Sulawesi Selatan. Di sana juga ada tanaman kopi,
coklat, cengkeh, rotan, kayu, semen, nikel, gula.
Ada banyak sistem pengetahuan
misalnya pertanian, perbintangan, perdagangan/bisnis, hukum dan
perundang-undangan, pemerintahaan/politik dan sebagainya. Hal tersebut juga bagian dari
kebudayaan dimana masyarakat kepulauan selayar masih mempercayai suatu pengobatan
tradisional yang bersifat mistis dalam istilah selayar disebut Pattarille barakka’ doaang (do’a
berkah seseorang yang di anggap mempunyai suatu kelebihan) serta pangissengang barakka’ mahabbah
(pemikat hati).
Hal ini perlu dipelajari karena dengan adanya sistem
pengetahuan kita menjadi tahu dunia luar dan sangat bermanfaat untuk kehidupan
karena berpengaruh pada pekerjaan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Tidak perlu semua kita pelajari cukup beberapa saja kita kuasai,
maka akan banyak informasi yang kita dapat.
Dalam
era globalisasi saat ini kemajuan teknologi sangatlah bagus, hal itu tentu sangat membantu
untuk meberikan fasilitas yang cukup memadai dalam pengetahuan dan informasi
memudahkan masyarakat untuk memilih
intitusi atau lembaga pendidikan yang akan mereka masuki dalam berbagai jenjang
dari mulai tingkat Sekolah Dasar hingga tingkat Sekolah Menengah Atas. Namun untuk tingkat perguruan tinggi masih terbatas.
2.4
Bahasa
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan.
Bahasa tersebut tersebar di berbagai kabupaten di daerah Sulawesi Selatan.
Bahasa Makassar atau Mangasara dapat
dibagi atas beberapa dialek, antara lain dialek Lakiung, Turatea, Bantaeng,
Konjo dan Selayar. Sama seperti bahasa Bugis, bahasa Makassar juga pernah mengalami perkembangan dalam kesusasteraan
tertulis yang dikenal sebagai aksara lontarak, yaitu sistem huruf yang
bersumber dari tulisan sansekerta. Salah satu naskah yang terpenting adalah
Sure Galigo atau La Galigo, yaitu sebuah kumpulan mitologi tentang asal usul
masyarakat dan kebudayaan Bugis. Selain itu
bahasa Makassar juga
berkembang dalam berbagai bentuk puisi klasik, seperti kelong (pantun) dan
sinriti (prosa liris yang dinyanyikan).
Bahasa Selayar adalah sebuah bahasa Austronesia yang dipertuturkan di Pulau Selayar dan beberapa pulau lain di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Bahasa Selayar bukan bahasa makassar, bukan juga bahasa bugis,
ataupun mandar akan tetapi jika kemudian dicermati bahwa bahasa selayar adalah
gabungan dari bahasa-bahasa tersebut.
Adapun
dialek-dialek yang dimiliki oleh Bahasa Selayar adalah Silajara Tanete dan Silajara
Palemba. Masyarakat Selayar
memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara.
2.5
Kesenian
Kesenian
Bugis yang merupakan salah satu yang terkenal dari karya sastra Bugisadalah
naskah tua I La Galigo.Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang
sangat populer dan sering dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal
dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging
Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo,
serta lagu Bulu Alaina Tempe.
Rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang berasal
dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur tradisional ke tiga
daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah adat tersebut dibangun di
atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada di sana mempunyai kolong di bawah
rumahnya.
Tinggi kolong rumah adat tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya
dengan status sosial pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan,
orang berpangkat atau hanya rakyat biasa. Hampir semua masyarakat Sulsel
percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan
adalah orang "Toale".
Hal ini di dasarkan pada temuan Fritz dan Paul
Sarasin tentang orang Toale
(orang-orang yang tinggal di hutan / penghuni hutan).
Rumah adat
suku bangsa Bugis Makassar berupa panggung yang terdiri atas 3 bagian sebagai
berikut : (1) Kalle balla adalah untuk tamu, tidur dan makan. (2) Pammakkang adalah untuk
menyimpan pusaka. (3) Passiringang adalah untuk
menyimpan alat pertanian.
Tari Padupa
Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan
atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis
jika kedatangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.
Di daerah Bugis-Makassar mempunyai seni drama / seni pertunjukan
yaitu lagaligo dan icudae.
Alat musik
di daerah Bugis-Makassar
yaitu Kacapi (kecapi), alat musik ini
adalah alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis,
Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau
diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang
memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya
ditampilkan pada acara penjemputan paratamu, perkawinan, hajatan, bahkan
hiburan pada hari ulang tahun. Sedangkan Sinrili adalah alat musik yang
mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan dengan membaringkan di pundak
sedang sinrili di mainkan dalam keedaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak
di depan pemainnya.
Gendang
adalah alat musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang
dan bundar seperti rebana. Sedangkan suling bambu/buluh, terdiri dari tiga
jenis, yaitu:
· Suling
panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
· Suling
calabai (Suling ponco), sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan
dimainkan bersama penyanyi.
· Suling dupa
samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan
Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau
disebut juga acara penjemputan tamu.
Peninggalan sejarah dan kebudayaan yang menarik di
pulau selayar adalah :
· Seni
Tari : Tari Pakarena, Tari
Pangaru, Tari Batanda, Tari Kondo
Buleng
· Seni
Suara dan Musik : Sindrilli (syair berkisah biasa dipentaskan diperayaan hari-hari
besar),
Batti-Batti, Sika’raking, Passikambeang to silajara, Gong
Nekara, Pui-Pui, Gandrang.
· Senjata
tradisional yaitu Pusaka Jampea, Badik Ilasanrego
dan Keris.
· Bangunan : Rumah Jabatan Bupati Selayar, Rumah Adat Opu Bonerate, Rumah Adat
Batangmata, Buhung Tuma, Kuburan Tua Silolo, Benteng Pertahanan, Istana Lalaki Buki, Benteng Bontobangun.
2.6
Sistem mata pencaharian hidup/
sistem ekonomi
Masyarakat
Bugis-Makassar yang berdomisili di daerah pesisir pantai
menggantungkan hidup dari melaut di laut, mencari ikan. Keberaniaan orang Bugis-Makassar dalam dalam pelayaran yang dijunjung
tinggi oleh orang-orang bugis-makassar, yaitu yang dikenal dengan ade`allopiloping bicaranna
pabbalu’e dan yang ditulis pada lontar yaitu amanna gappa di abad ke-17.
Pada
dasarnya mata pencaharian orang Makassar adalah menanam padi di
sawah yang telah mengembangkan sistem irigasi tradisional. Selain itu,
pertanian sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman keras juga cukup berkembang.
Akan tetapi di mata masyarakat lain orang Makassar lebih terkenal sebagai
nelayan penangkap ikan, pedagang dan pelaut yang gigih. Mereka telah
mengembangkan tradisi dan pengetahuan kelautan yang mengagumkan. Jenis perahu
Makassar yang disebut pinisi terkenal sebagai perahu yang kuat dan ramping
serta mampu mengarungi lautan luas selama berbulan-bulan. Karena ciri
kebudayaan seperti itu, maka orang Makassar sering diidentikkan
dengan orang Bugis, tidak heran kalau kedua nama itu sering ditulis oleh
penulis lama dalam kata majemuk Bugis-Makassar.
Mata
pencaharian pokok suku selayar
adalah di Bidang Pertanian / Perkebunan seperti Kelapa (Kopra), Vanili, Jagung, Padi Ladang, Palawija, dan Sayur-mayur salah satu tanaman sayur-mayur yang menjadi ciri khas
suku selayar adalah “Bito” jenis
tanaman kacang-kacangan. Bidang
Perikanan seperti
Tambak udang, pembuatan garam tradisional dan
Perikanan Air
Payau. Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan ada juga
yang bermata pencaharian sebagai pegawai
negeri / swasta, Pedagang, Pengrajin, Peternak dan
Nelayan.
2.7
Sistem Teknologi
Masyarakat
Bugis-Makassar terkenal sangat piawai dalam membuat perahu
pinisi. Tehnologi di daerah Bugis-Makassar sudah
sangat canggih, alat transportasi di sana antara lain ; becak, dokar, perahu,
mobil, dan lain-lain. Perahu di sana mempunyai tiga kegunaan, yaitu ; untuk
mengangkut barang (bakgo), untuk mencari ikan, untuk mengangkut orang dari satu
tempat ke tempat yang lain (pinisi). Pakaian daerah Bugis-Makassar adalah
baju Bodo, senjata daerahnya adalah badik.
Seiring
dengan berkembangnya zaman, kini hasil-hasil pengembangan teknologi sangat
membantu masyarakat selayar
dalam kegiatannya sehari-hari serta mudah untuk didapat. Seperti alat-alat yang
digunakan untuk perkebunan, pertanian dan nelayan yang pada zaman
dulu masih trdisional seperti Soko (sangko), Berang, Bingkung,
Pangkulu kini telah berubah mengunakan alat-alat
yang modern serta canggih. Selain itu
juga sudah terdapat alat komunikasi dan barang elektronik yang modern,
canggih serta mutakhir. Sehingga memudahkan dalam pemasaran produk-produk yang
dihasilkan menjalin hubungan silahturahmi
dengan kerabat yang berada jauh di berbagai daerah nusantara.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setelah
melihat dan memahami uraian-uraian di
dalam makalah ini, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa Sebenarnya Indonesia memiliki ragam kebudayaan dan suku-suku
didalamnya, tetapi banyak masyarakat yang tidak mengenal kebudayaan apa saja
yang ada dinegerinya. Kebudayaan Suku Bugis, Makassar dan Selayar memiliki nilai kebudayaan
tersendiri. Masyarakat Bugis menganggap bahwa budaya (adat) itu keramat. Agama mayoritas orang Bugis, Makassar dan Selayar adalah Islam. Suku Bugis, Makassar dan Selayar mempunyai tiga lapisan stratifikasi sosial masyarakat. Biasanya mereka yang
berdomisili di daerah pesisir pantai mengantungkan hidup mencari ikan di laut,
dan masyarakat Bugis, Makassar dan Selayar sangat piawai dalam membuat perahu pinisi. Keanekaragaman seni di Bugis, Makassar Dan Selayar membuat semakin kokohnya rasa kebersamaan maasyarakat di sana. Mereka akan
terus bekerja sama agar terciptanya kententraman di daerah mereka, agar mereka
semakin rukun dan tidak ada perpecahan di antara mereka.
3.2
Saran
Dengan
penulisan makalah ini penulis mengharapkan dapat
memberikan suatu penjelasan kepada para pembaca tentang Etnografi dan
Etnolinguistik di daerah Sulawesi Selatan khusunya suku Bugis, Makassar dan Selayar.
Kebudayaan
Indonesia yang beragam seharusnya tidak kita sia-siakan begitu saja, sebagai
bangsa yang mencintai tanah air, kita harus mampu melestarikan
kebudayaan-kebudayaan bangsa. Jika kita tidak mampu melestarikannya, kebudayaan
yang kita miliki semakin lama akan semakin punah. Oleh sebab itu, kita harus
dapat mempelajari sedikit banyaknya tentang kebudayaan-kebudayaan daerah,
biarpun kebudayaan tersebut bukan berasal dari daerah kita. Penulis berharap pembaca dapat melakukan hal-hal berikut : (1) Melestarikan
kebudayaan – kebudayaan yang ada di Indonesia, jangan sampai kita lupa dengan
kebudayaan yang ada di Nusantara. (2) Kita harus
menjaga warisan budaya nenek moyang kita. (3) Janganlah
terjadi konflik antarsuku maupun antar agama karena akan menyebabkan
perpecahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Walaupun Bangsa Indonesia mempunyai keanekaragaman
budaya, agama, suku, akan tetapi kita harus mempunyai sikap toleransi. (5) Harus selalu bekerjasama menghidupkan budaya yang
sudah hilang. (6) Menjaga bahasa daerah di negara
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto,
Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia
IV. Jakarta : Balai Pustaka.
Spradley, James P. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara
Wacana.
Tuloli, Nani. 2000. Kajian Sastra. Gorontalo : BMT “Nurul
Jannah”.
LAMPIRAN
Daftar
Nama-Nama Kelompok :
No.
|
N
A M A
|
NO.
STAMBUK
|
KET.
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1.
|
Muhammad
Syarif Al-Qadri
|
214
101 040
|
|
2.
|
Aldriansyah
|
214
101 044
|
|
3.
|
Sulistari
|
214
101 002
|
|
4.
|
Rosita Pailing
|
214
101 020
|
|
5.
|
Saverinus
Raga
|
214
101 050
|
|
6.
|
Heri Hermawan
|
214
101 008
|
|
7.
|
Hasrita
|
214
101 014
|
|
8.
|
Mastang
|
214
101 022
|
|