Senin, 23 November 2015

PENEGAKKAN HUKUM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Makalah
 PENEGAKKAN HUKUM
DAN DEMOKRASI DI INDONESIA



Dosen Pengampuh : Jefry Crisbiantoro, S.Sos.,MH.
Matakuliah : Sistem Hukum Indonesia




Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester



Oleh :
MUHAMMAD SYARIF AL-QADRI
214 101 040




PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS LAKIDENDE
KONAWE
2015






KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah initepat pada waktunya. Selawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
            Dalam makalah “Penegakan Hukum dan Demokrasi di Indonesia” kami bermaksud membahas tentang penyimpangan-penyimpangan hukum dan demokrasi di Indonesia. Adapun tujuan selanjutnya adalah untuk memenuhi tugas ujian tengah semester.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari yang namanya kesempurnaan maka dari itu kami  mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


Uepai, 27 Mei 2015

Penulis,






DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C.     Tujuan dan Manfaat................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN
A.    Membangun Lembaga Hukum yang Berwibawa .................................... 6
B.     Implementasi Cita-Cita Reformasi .......................................................... 8
C.     Indinesia Masa Depan yang Didambakan ............................................... 10
D.    Demokrasi Jalan Menuju Kesejahteraan Rakyat...................................... 12
E.     Beberapa Masalah Penegakkan Hukum di Indonesia.............................. 15

BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan............................................................................................... 19
B.     Saran......................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA










 BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Masalah hukum dan demokrasi selalu aktual dan bahkan menjadi problem sehari-hari yang di hadapi masyarakat dan negara. Karena itu persoalannya selalu berkembang dan menjadi pemikiran yang tidak pernah habisnya. Masalah hukum dan demokrasi tak pernah habis-habisnya muncul di indonesia. Akhir-akhir ini seperti yang terjadi, berbagai kasus yang mendominasi pemberitaan berkaitan dengan masah-masah hukum, sebut saja masalah korupsi, suap menyuap, kriminalitas tingkat tinggi, kejahatan seksual, prostitusi, pencemaran nama baik di dunia maya, penggusuran, adanya fasilitas mewah di penjara, rencana pengaturan penyadapan dan lain sebagainya.
Kemudian sebuah kasus yang cukup menyita perhatian juga muncul yaitu masalah ketidakadilan dalam hukum yang dirasakan rakyat kecil dalam kasus-kasus pencurian yang tidak seberapa nilainya, tapi mendapat vonis hukum yang dirasakan tidak pantas. Salah satu contoh kasus yang baru-baru ini gempar dibincangkan di media yaitu kasus nenek Asyani.
Sedangkan yang berhubungan dengan persoalan demokrasi kita melihat munculnya ketidakpuasan dalam hasil pemilihan bupati, pemilihan kepala daerah, pemilu dan pilpres. Kemudian maraknya unjukrasa ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah, pemberian fasilitas mewah bagi para pejabat dan wakil rakyat yang tidak mencerminkan kepekaan sosial.
Dari persoalan hukum dan demokrasi ini tampak dengan jelas potensial untuk melahirkan ketidakstabilan dalam masyarakat. Itulah sebabnya, masalah pembangunan bidang hukum dan menanamkan kesadaran hukum sangat penting peranannya.
Berdasarkan paparan diatas kami tertarik membahas tentang masalah penegakkan hukum dan demokrasi di Indonesia untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana perlakuan hukum dan demokrasi di Indonesia yang sebenarnya.
B.       Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini ialah mengapa selalu terjadi penyimpangan-penyimpangan hukum serta bagaimana perlakuan pemerintah dalam  penegakkan hukum dan demokrasi di Indonesia?

C.      Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui penyebab terjadi penyimpangan-penyimpangan hukum serta perlakuan pemerintah dalam penegakkan hukum dan demokrasi di Indonesia.
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk bahan masukan serta merupakan bahan tambahan  ilmu pengaetahuan dan wawasan serta sebagai mahasiswa yang menjadi generasi penerus bangsa mampu pengantisipasi ketika terjadinya penyimpangan-penyimpangan hukum dan demokrasi tersebut.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum adalah himpunan peraturan atau perintah dan larangan yang mengurus tata tertib masyarakat sehingga harus ditaati ( E. Utrech ).
Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat yang harus diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan kepentingan bersama dan jika di langgar akan menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran tersebut ( Leon Duguit ).
Hukum adalah peraturan yang menentukan bagaimana seharusnya seseorang dalam masyarakat, yang didalamnya berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang bersifat memaksa akan mendapatkan sanksi sesuai dengan berat ringannya pelanggaran, dan dibuat oleh lembaga yang berwenang. ( L. J Van Apeldorn ).
Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan dibuat oleh lembaga yang berwenang (J.C.T Simorangkir ).
Pada dasarnya hukum memiliki berbagai tujuan yang arahnya pada usaha untuk memberikan perlindungan serta pengayoman kepada kepentingan individu ataupun masyarakat secara seimbang. Hukum di ciptakan dan ditetapkan untuk mengatur ketertiban masyarakat. Dalam pergaulan hidup di masyarakat terdapat banyak kepentingan hidup yang harus dipenuhi. Dengan demikian cara pemenuhan kebutuhan tersebut masyarakat memerlukan suatu cara untuk mengatu dan menjamin terlaksananya hukum itu ( Bagaskara, 1994 : 56 )
Berdasarkan beberapa pendapat menurut para ahli tentang hukum dapat disimpulkan bahwa hukum adalah himpunan peraturan tingkah laku para anggota masyarakat yang di buat oleh lembaga yang berwenang serta harus diindahkan yang bersifat memaksa dan bila melanggar maka akan  mendapatkan sanksi sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.
Peristilahan tindak pidana mempunyai terjemahan dari Bahasa Belanda, yaitu Straafbaar feit, selain itu juga digunakan delik yang berasal dari bahasa delictum. Indonesia sendiri memakai istilah delik. Dalam beberapa buku hukum pidana dan beberapa peraturan perundang-undangan hukum pidana tidak sedikit ditemukan istilah lain, yaitu: peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan yang dapat dihukum, dan pelanggaran pidana. Sedangkan menurut terjemahan resmi tim penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman memakai istilah tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mempunyai alasan sebagai berikut. (Sofjan Sastrawidjaja, 1997 : 111-112)
a)      Penggunaan Istilah Tindak Pidana digunakan, bila ditinjau dari segi sosiolog-yuridis hampir semua perundang-undangan pidana memakai istilah tindak pidana.
b)      Semua lembaga penegak hukum dan hampir seluruh penegak hukum menggunakan istilah tindak pidana.
c)      Para mahasiswa yang mengikuti “ tradisi tertentu ” dengan memakai istilah perbuatan pidana, ternyata dalam kenyataannya tidak mampu mengatasi dan menjembatani tantangan kebiasaan penggunaan istilah tindak pidana.
Straafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan, dan yang dilakuakn oleh orang yang mampu bertanggung jawab. (Simons, 1987)
Straafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (straafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan. (Van Hamel, 1989)
Prof. Moeljatno memakai istilah perbuatan pidana sebagai terjemahan dari straafbaar feit dan dapat disamakan dengan istilah bahasa Inggris criminal act dapat diartikan sebagai berikut :
1.      Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar aturan tersebut.
2.      Terpenuhinya syarat-syarat mutlak diantaranya adalah syarat formal, yaitu sesuai dengan undang-undang serta syarat materil yaitu sifat melawan hukum bahwa perbuatan tersebut harus dirasakan oleh masyarakat sebagai peraturan yang tidak dapat dilakukan.
Moeljatno juga menyamakan perbuatan pidana dengan istilah criminal act atau istilah actus reus dimana criminal act juga berarti kelakuan dan akibat dari suatu kelakuan yang dilarang oleh hukum. Criminal act dapat dipisahkan dari pertanggung jawaban pidana yang dinamakan criminal liability atau criminal responsibility untuk adanya criminal liability (dapat dipidananya seseorang) selain dari pada melakukan criminal act pihak tersebut harus mempunyai kesalahan (guilty). Hal ini dinyatakan dalam kalimat Latin : Actus hon fecit reum, nisimens sit rea (an act does not make a person guilty, unless the mind is guilty,ketika seseorang tidak melakukan sesuatu yang bersalah tetapi tidak tertutup kemungkinan memiliki perasaan bersalah).
Bahwa untuk pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, tetapi disamping itu harus ada kesalahan atau sikap batin yang dapat dicela, terdapat pula dalam asas hukum yang tidak tertulis atau sama dengan tindak pidana jika tidak ada kesalahan (geen straaf zonder schuld ohne schuld keine strafe).
 Pengertian perbuatan pidana atau tindak pidana dari Moeljatno dan dari            Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disebut pandangan yang “dualistis” terhadap perbuatan pidana atau tindak pidana sebab dalam pengertian tersebut tidak tercakup pertanggungjawaban pidana sehingga pandangan dualistis ini memisahkan antara pengertian perbuatan pidana atau tindak pidana (criminal act/actus reus) dengan pertangung jawaban pidana (criminal responbility/mens rea). ( Moeljatno,1993 :114).
Berbeda dengan Simons dan Van Hamel, pengertian straafbaar feit atau tindak pidana dapat disebut sebagai pandangan yang luas terhadap straafbaar feit atau tindak pidana karena dalam pengertian tersebut mencakup pula pertanggung jawaban pidana. Agar mudah menentukan manakah yang merupakan suatu tindak pidana dan makna yang bukan, maka diperlukan unsur-unsur tindak pidana.




BAB III
PEMBAHASAN
A.      Membangun Lembaga Hukum yang Berwibawa
Kita sering menyebut dengan bangga sebagai bangsa yg berbudi luhur, menghargai tatakrama, sopan santun dan menilai tinggi martabat dan harkat manusia. Sebagai bangsa yang religius kepada kita juga ditanamkan pentingnya toleransi dan menghargai setiap perbedaan keyakinan dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Tetapi yang membuat kita geleng kepala kenapa belakangan ini dalam masyarakat kita muncul prilaku kekerasan yang amat tidak sesuai dengan ungkapan budaya luhur yang acap kita agungkan tersebut. Bahkan kalu kita lihat prilaku kekerasan yang terjadi dalam masyarakat amat bertentangan dengan nilai luhur yang kita bangga-banggakan.
Prilaku kekerasan sekarang ini dipilih sebagai cara instant untuk menyelesaikan masalah. Prilaku kriminalitas di tingkat masyarakat, misalnya ditempuh dengan cara membunuh, melukai dan melenyapkan nyawa orang untuk mendapatkan sejumlah materi dengan cara mudah, salah satu contoh kasus yang marak saat ini seperti perampokan, pembegalan dan sejenisnya yang bisa merenggut nyawa seseorang. Ditingkat ideologis dan agama orang melakukan tindak terorisme dan kebrutalan untukmenunjukkan eksistensi keyakinannya. Sedangkan di tingkat politis cara-cara melenyapkan nyawa orang diambil sebagai jalan pintas untuk membungkam sikap kritis seseorang.
Membudayakan kekerasan untuk meyelesaikan masalah jelas merupakan kecenderungan yang amat berbahaya. Pertama, menunjukkan masyarakat mengalami degradasi moral dan merosotnya kualitas etika-budaya masyarakat. Sebab, cara kekerasan merupakan bagian prilaku masyarakat yang tidak beradap dan primitif.
Kedua, kekerasan dan prilaku kriminalitas yangmenonjol dalam masyarakat menunjukkan bahwa negara tidak mampu memberikan rasa aman buat rakyatnya. Negara dengan kelemahan seperti ini jelas tidak memilikikewibawaan, sebab mandat yang sudah diberikan untuk memegang dan mengelola kekuasaan tidak mampu di optimalkan untuk mengendalikan keamanan.
Dengan demikian, pernyataan mendasar yang perlu dikedepankan jika terjadi instabilitas atau maraknya kejahatan dalam masyarakat maka perlu adanya evaluasi terhadap kinerja negara yang bertugas di bidang hukum dan kamtibmas.
Hemat saya terpeliharanya stabilitas dan keamanan dalam sebuah negara tidak hanya ditentukan kekuatan personil polisi dan angkatan bersenjata, namun harus dibangun pula lembaga hukum yang berwibawa dan disegani masyarakat. Demikian juga, kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakat harus terus menerus ditingkatkan sehingga melahirkan masyarakat yang berkualitas, yang menggunakan logika dan cara persuasif dalam bertinda, bukan menonjolkan kekuatan dan cara-cara yang bersifat fisik.
Perlunya kita membangun masyarakat yang memiliki kesadaran hukum yang tinggi karena kualitas penegak hukum baik polisi, jaksa, hakim, dan pengacara jumlahnya terbatas dibandingkan jumlah penduduk. Dengan perbandingan yang tidak imbang ini maka tidak memungkinkan seorang penegak hukum dapat melayani keamanan orang secara memuaskan.
Untuk mengatasi masalah ini pendekatan yang terbaik dilakukan adalah membangun kesadaran hukum masyarakat. Artinya, kualitas masyarakat harus ditingkatkan sehingga prilaku yang bertentangan dengan hukum semakin diminimalisir. Kedua, masyarakat dan polisi bersinergi dan membangun kemitraan dalam mengatasi kejahatan sehingga bisa ditekan dan tidak tumbuh dengan cepat.
Yang perlu kita lakukan sekarang ini adalah bagaimana cara yang efektif membangun kesadaran hukum masyarakat. Dalam hal ini harus ada keteladanan dan contoh-contoh yang dipelopori oleh para pejabat dan mereka yang berwenang di bidang hukum itu sendiri.
Praktek-praktek hukum harus diterapkan dengan adil, tidak melakukan tebang pilih, siapapun yang bermasalah harus diberikan sangsi sesuai pelanggaran yang diperbuatnya. Dengan diterapkannya hukum secara adil maka hukum menjadi berwibawa di tengah masyarakat.
Aparat-aparat hukum dan lembaga hukum harus mampu menjaga citranya dalam masyarakat secara ketat. Sebab, hanya beberapa orang saja yang melakukan perbuatan tidak terpuji maka stigma buruk akan cepat melekat dalam pikiran orang. Sebutlah lembaga kepolisian, jika hanya segelintir saja anggotanya yang melakukan perbuatan tidak terpuji seperti melakukan pemerasan, membaking penjahat, terlibat narkoba dan lain sebagainya maka nama korp kepolisian akan segera luntur. Hal yang sama juga berlaku bagi lingkungan hakim, kejaksaan dan para advokat atau pengacara.
Itulah sebabnya, masyarakat yang patuh pada hukum akan selalu bercermin kepada aparat penegak hukum. Jika mereka mampu menunjukkan loyalitas dan komitmen yang tinggi pada hukum maka masyarakat akan mengikuti apa yang mereka anjurkan. Tetapi, jika para penegak hukumnya sendiri sudah menunjukkan prilaku menyimpang, maka jangan diharapkan akan tercipta masyarakat yang memiliki tertib hukum dan tertib sosial yang baik dalam sebuah negara.

B.       Implementasi Cita-Cita Reformasi
Gerakan reformasi yang menumbangkan orde baru secara politik bertujuan membangun negara yang demokratis, sedangkan secara ekonomi menciptakan kesejahteraan seluruh masyarakat, dan secara hukum membangun pemerintahan berdasarkan supremasi hukum bagi semua kelompok dan golongan, dan secara sosial budaya mencciptakan masyarakat yang egaliter, tanpa adanya diskriminasi karena perbedaan tingkatan pendapatan.
Namun, tidak mudah mewujudkan sebah cita-cita meskipun rezim otoriter yang dilawan telah tumbang. Dalam negara yang sedang mengalami transisi, prilaku elit politik yang memerintah maupun masyarakat yang di perintah perlu waktu untuk berubah sesuaidengan masyarakat yang ingin diwujudkan cita-cita reformasi.
Negara kita, yang meskipun telah memasuki usia puluhan tahun sejak rezim orde baru ditumbangkan gerakan reformasi, namun hingga kini belum mempu mengimplementasikan cita-cita reformasi. Hal ini desebabkan, mentalitas lama masih kuat berpengaruh dan tidak tereliminasi dengan sendirinya begitu kekuasaan lama diganti yang baru.
Mentalitas lama diantaranya adalah penghargaan yang tinggi pada kekuasan. Kekuasaan dilihat sebagai sumber kekuatan yang menjadikan seorang berwibawa dan merasa posisinya diatas segalanya dan dapat berbuat atas kemauannya sendiri tanpa boleh dilawan atau ditentang. Padahal, reformasi seharusnya membawa semangat persaudaraan dengan menampilkan citra kesatuan, kebersamaan dan menonjolkan pendekatan persuasif.
Reformasi yang seharusnya mengikis habis perbuatan tercela ini ternyata justru gagal dan malah tidak mampu membendung perkembangbiakannya prilaku korupsi. Tolak ukur keberhasilan pemerintahan reformasi justru harus ditunjukan ketegasannya dalam membabat habis prilaku KKN.
Yang kita khawatirkan jika pola kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan pada era reformasi ini tidak banyak berubah dibandingkan dengan pola kehidupan sebelumnya, maka mulai muncul kembali perlawanan terhadap sistem kehidupan yang sekarang. Kalau ini kita mengalami kerugian yang cukup besar, baik secara ekonomi maupun korban manusia yang seharusnya kita hindarkan.
Kita harusnya bisa mengambil pelajaran berharga dari peristiwa-peristiwa berdarah sebelumnya, dan makin dewasa serta bersifat matang dalam kehidupan berpolitik, berbangsa, dan bernegara. Dan kehidupan yang dewasa itu ditandai dengan pola pikir yang mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan kepentingan masyarakat luas diatas segala-galanya, bukan kepentingan golongan, apalagi pribadi dan keluarga yang selama ini menonjol. Dengan membangun orde reformasi ini lebih baik, kita berharap tidak muncul reformasi jilid kedua atau yang berikutnya yang di khawatirkan akan menimbulkan kesengsaraan masyarakat.
C.      Indonesia Masa Depan yang Didambakan
Indonesia adalah negara yang sedang berproses dan mencari bentuk demokrasi yang ideal. Sejak pemerintahan orde lama, oerde baru dan orde reformasi sekarang ini belum terbentuk suatu budaya kehidupan berdemokrasi yang memuaskan masyarakat, sehingga berbagai letupan sering terjadi yang merupakan wujud kejengkelan pada kebijakkan penguasa.
Bentu-bentuk kemarahan masyarakat terhadappemerintah bisa dilihat dalam berbagai unjuk rasa seperti kasus Bank Century, masalah penggusuran, menyangkut upah buruh masalah korupsi, mafia peradilan dan lain sebagainya.
Dalam proses pencarian pemerintahan demokrasi yang ideal seperti yang disebutkan di atas tindakan dan kebijakan penguasa terhadap rakyat bisa dijadikan rujukan untuk menilai apakah pemerintahan yang dijalankan sudah sesuai dengan sistem demokrasi yang sejati.
Suatu sistem politik tidak dapat dinilai kebenarannya hanya dengan memperlihatkan prinsip-prinsip pokoknya saja. Tindakan pemerintah dalam bidang kemasyarakatan juga harus diperhatikan. Bahkan, sebuah lembaga harus dinilai dengan apa yang dilaksanakannya. (Hendri B. Mayo, 1995: 46)
Berdasarkan tolak ukur itu maka inti dari sistem pemerintahan yang demokratis adalah memberikan seluas mungkin kepada rakyat apa yang dibutuhkannya dan seminimal mungkin menghindari tindakan-tindakan yang menyebabkan penderitaan kepada rakyat. Dalam tiga masa “Orde” yang pernah pemerintah Indonesia (orde lama, orde baru dan orde reformasi) tanpa menaikan jasa-jasa mereka, kita juga melihat terdapat tindakan-tindakan yang menyebabkan rakyat mengalami penderitaan dan kesusahan.
Dengan demikian suatu pemerintahan yang demokratis memerlukan pedoman dalam menjalankan pemerintahan. Pedoman itu sebenarnya dapat digali dalam filsaat negara kita yaitu pancasila dengan lima sila yang mencakup ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan, keadilan, permusyawaratan dan kesejahteraan sosial. Bila sila-sila ini diamalkan secara konsekuen dan benar maka sistem pemerintahan yang demokratis dan memenuhi kepuasan masyarakat akan dapat tercapai. Namun, kerena pedoman ini masih bersifat umum maka diperlukan penjabaran yang bersifat action dan praktis dengan berusaha mencapai nilai-nilai luhur tersebut, den menghindari praktek-praktek pemerintahan yang bertentangan dengan kelima sila tersebut.
Indonesia yang ingin diwujudkan kedepan bukan hanya pada sistem pemerintahan demokratis yang dicirikan sesuai dengan pancasila tetapi juga mengharapkan kehadiran seorang pemimpin yang mampu mendudukan kewibawaan, kekuasaan dan semangat pengayoman. Kewibawaan bersumber pada nilai-nilai dan norma luhur, baik yang bersumber dari ajaran agama, filsatat, pancasila dan lainnya. Kekuasaan, mampu menggunakannya dengan tepat untuk membangun ketertiban, membangun harmoni, dan keseimbangan dalam masyarakat, bukan untuk teror dan menimbulkan rasa takut dalam masyarakat.
Sedangkan pengayoman, yaitu memberikan perlindungan kepada masyarakat, baik secara material maupun spiritual. Dalam pengayoman mengandung arti menhukum orang yang bersalah dan memberikan penghargaan bagi yang berprestasi dan berjasa kepada masyarakat. Diharapkan, indonesia masadepan mampumelahirkan pemempin yang bersih, kuat, adil dan berwibawa untuk semua level kepemimpinan. Hanya dengan persyaratan inilah sebuah bangsa yang berkualitas bisa tercipta.
D.      Demokrasi Jalan Menuju Kesejahteraan Rakyat
Demokrasi dalam pengertian budaya dan sikap hidup adalah prilaku yang menunjukan komitmen dan penghargaan pada nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah sikap yang menafikan arogansi dan kesombongan, sebaliknya menhargai martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah pencipta jagat raya ini.
Dengan demikian dalam demokrasi sebagai sistem budaya, manusia dinilai sama derajatnya. Tidak ada penggolongan-penggolongan yang menyebabkan manusia ditempatkan sebagai memiliki derajat randah, menengah dan tinggi. Dalam demokrasi, seseorang dinilai tinggi keberadaannya bila ia mampu menhormati manusia sebagai manusia, bukan karena manusia itu memiliki berbagai kelebihan baik material maupun status dan kedudukannya dalam masyarakat.
Karena itu seorang yang demokrat adalah seorang yang berjuang dan membangun dirinya untuk menjadi pribadi yang human, bersahabat dengan orang lain, terbuka, ramah, santun kepada siapapun,tanpa memiliki prasangka buruk dan kecurigaan kepada siapa saja.
Seorang yang demokrat adalah seorang yang selalu membuka diri untuk berdialog, bersedia berbeda pendapat tanpa harus berkonflik dan tetap menjaga persahabatan dan hubungan baik. Demokrat sejati tidak mungkin bersifat otoriter dan membungkap pikiran dan pendapat orang lain, sebaliknya ia merangsang orang untuk mengutarakan aspirasi, keinginan dan gagasan untukdidiskusikan bersam baik untuk mencari kebenaran maupun jalan pemecahan masalah.
Namun, ruang kebebasan berbicara, berpendapat dan beraktifitas yang dibuka secara luas tentulah tetap dalam koridor rasa tanggung jawab. Bagaimanapun suatu kebebasan yang lepas kendali bisa menyebabkan tergantungnya tertib sosial dan keamanan masyarakat. Dengan begitu, seorang demokrat berfikir jauh kedepan dan mampu melihat implikasi atau akibat dari sebuah gagasan yang dikembangkannya.
Ciri selanjutnya budaya kehidupan berdemokrasi adalah berlakunya kekuatan hukum dalam segala kehidupan. Supremasi hukum menjadi alat kontrol pengantur prilaku seluruh masyarakat dan diterapkan secara adil tanpa memberikan perlakuan khusus kepada siapapun, baik itu pejabat, orang aya, tokoh berpengaruh dalam masyarakat dan lainnya. Dalam mengimplementasikan kekuatan hukum tidakada prilaku tebang pilih dan pilih kasih. Hukum yang berkeadilan harus dilaksanakan apapun konsekuensi yang harus dihadapi.
Tetapi, tentu harus ada usaha dalam masyarakat yang merangsang dan berupaya membangun masyarakat agar sadar dan patuh pada hukum. Dalam masyarakat yang mempunyai keinginan kuat untuk menerapkan nilai-nilai demokrasi harus selalu ada figur yang intens berfikir dan bekrja untuk membangun masyarakat yang sadar hukum.
Memang kalau dilihat persoalan yang berkaitan dengan hukumdan hak asasi manusia di negara kita tergolong berat. Jumlah orang miskin yang masih tergolong besar masih merupakan beban yang belum terpecahkan oleh pemerintah, baik untuk meningkatkan pendapatan, pendidikan dan kualitas hidup mereka. Kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin merupakan bibit subur terjadinya konflik dan ketegangan, serta penindasan hak asasi manusia.
Walaupun faktor pendidikan dan tingkat kesejahteraan buan menjadi sebab utama terbentuknya kesadaran hukum, tetapi paling tidak masyarakat yang secara ekonomi lebih baik dan terdidik cukup kuat kemauannya untuk mematuhi hukum. Dengan demikian tidak bisa dibantah dalam rangka pembangunan kesadaran hukum masyarakat secara berbarengan harus pula ditingkatkan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat.
Sekarang ini kita melihat betapa masyarakat lemah harus berjuang untuk bertahan hidup. Mereka cukup memiliki kreatifitas bergelut di sektor informal. Ditengah keterbatasan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup, tetapi sayang kurang mendapat akomodasi dari pemerintah, baik modal maupun perlindungan sehingga sering berbenturan dengan pihak keamanan. Padahal, mereka melakuan suatu usaha untuk survive dalam hidup sebagai bagian dari hak asasi yang harus dilindungi dan dijamin oleh konstitusi.
Sebenarnya, pemerintah harus lebih serius membangun birokrasi yang efisien yang jauh dari kebocoran korupsi. Jika kita amati kasus-kasus korupsi produktif yang akhir-akhir ini terungkap dan dibawa ke jalur hukum betapa besar kekayaan negara yang bocor dan mengalir ke berbagai pribadi dan lembaga. Bagawan ekonomi Sumitro pernah mengatakan 30% dari APBN bocor alias di korupsi. Padahal,seharusnya dana yang raib ini menjadi dana yang diperuntukan membangun masyarakat lemah dan kecil, kalangan yang hidup miskin dan mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, baik untuk memberdayakan ekonimi mereka, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Masyarakat yang hidup dalam nilai-nilai demokrasi adalah yang selalu terpanggil memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Mereka menempatkan kepentingan orang banyak diatas yang lainnya, mereka selalu ingin memperbaiki struktur masyarakat yang timpang, baik kerena perbedaan tingkat ekonomi, pendidikan, status sosial dan lainnya. Demokrasi dengan asas kedaulatan berada di tangan rakyat mengandung makna kesejahteraan rakyatlah yang utama ingin diwujudkan, bukan kepentingan penguasa dan aparat-aparatnya. Dalam demokrasi, kepala pemerintahan dan para pejabatnya adalah pelayan yang bekrja untuk kesejahteraan rakyat.
Singkat kata seorang demokrat adalah yang memiliki jiwa kenegaraan, punya rasa sensisitivitas soaial yang tinggi (social sensitivity) pada nasib dan persoalan hidup yang dihadapi orang banyak. Merasa ikut bertanggung jawab untuk mencarikan penyelesaian sehingga kesulitan-kesulitan dan penderitaan hidup dapat diatasi. Menjauhi kepentingan sendiri dan mengutamakan kepentingan orang banyak. Pemerintahan dan pejabat yang demikianlah yang kita harapkan lahir dengan pembangunan demokrasi yang kita ingin tumbuhkan.
E.       Beberapa Masalah Penegakkan Hukum di Indonesia
Rakyat dan pemimpin-pemimpin negara-negara yang merdeka sesudah Perang Dunia II umumnya ingin hidup makmur dan mencapai derajat yang tinggi dalam pembangunan. Para pemimpin negara-negara baru tersebut merasakan adanya suatu desakan agar negaranya dapat diterima sebagai anggota keluarga modern yang terutama terdiri dari negara-negara barat. Konsekwensi dari adanya desakan tersebut adalah timbulnya usaha yang keras untuk mengadakan pembangunan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial maupun bidang hukum.
Kehendak untuk mensejahterakan diri dari negara berkembang dengan negara maju termasuk Indonesia sangatlah besar, namun dalam proses pencapaian tujuan tersebut tidak semudah apa yang diduga semula pensejajaran negara berkembang dalam berbagai aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, aspek politik, aspek sosial, aspek budaya maupun aspek hukum, maka digalakkanlah pembangunan di segala bidang. Akan tetapi yang saya soroti dalam tulisan ini mengapa penegakkan hukum di Indonesia begitu rumit permasalahannya ?
Mungkin di bidang lain misalnya ekonomi untuk saat ini bagi Indonesia kelihatannya berjalan secara mulus karena negara-negara asing masih mau menanamkan modalnya di negara kita.
Penegakan hukum di Indonesia memang sudah diusahakan oleh pemerintah menjadikan Indonesia menuju negara hukum yang sesungguhnya. Namun, dalam proses menuju negara hukum tersebut banyak tantangan-tantangan yang dihadapi. Tantangan itulah yang perlu diketahui secara mendalam untuk dicarikan jalan keluarnya sehingga masalahnya tidak berlarut-larut di negara yang tercinta ini.
Apabila ditinjau kembali secara mendalam perihal adanya kemungkinan ketidakseimbangan antara berbagai sektor kehidupan, maka keadaan tersebut mungkin saja menimbulkan ketegangan-ketegangan atau perasaan-perasaan tidak puas yang merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat proses pembangunan. Oleh karena itu penting sekali bagi para perencana dan pelaksana pembangunan untuk selalu siap dalam menhadapi faktor-faktor penghambat. Identifikasi yang tepat terhadap masalah-masalah; analisis terhadap sumber-sumbernya dan tindakan-tindakan yang terencana dengan baik untuk mengatasi masalah tersebut, akan dapat menyelamatkan masyarakat dari faktor-faktor sosial, ekonomi, politik yang membahayakan keseimbangan. Ketika masalah-masalah tersebut dapat teratasi, maka diperlukan alat-alat yang kuat untuk memelihara keseimbangan yang ada terhadap tekanan dari berbagai unsur kemasyarakatan.
Permasalahan khususnya dibidang hukum, Indonesia menghadapi problema yang tidak kecil dalam kerangka proses pembangunan yang dewasa ini sedang berjalan. Ekspansi dari dunia barat pada umumnya dan kekuasaan kolonial pada khususnya telah memperkenalkan atau bahkan memaksakan berlakunya lembaga-lembaga hukum lokal-tradisional berlaku sekaligus, walaupun tidak sesuai atau selaras, dan bahkan dalam keadaan dimana terjadi pertentangan-pertentangan yang sangat tajam. Berhentinya kekuasaan kolonial dan mulainya zaman kemerdekaan tidak membawa perubahan yang berarti di bidang hukum, walaupun perubahan-perubahan yang hakiki dialami dalam bidang politik, ekonomi dan sosial.
Keadaan tersebut tidak saja menimbulkan kepincangan-kepincangan antara bidang hukum dengan bidang-bidang lainnya, sebab di bidang hukum sendiri masih berlakunya berbagai sistem hukum.
Permasalahan hukum di Indonesia ditinjau dari kerangka proses pembangunan negara berkembang perlu ditegaskan bahwa hakikat pembangunan adalah adanya perubahan. Bagaimanapun pembangunan itu diartikan dan apapun yang dijadikan ukuranya proses perubahan merupakan  ciri yang tepat dalam pembangunan. Proses perubahan akan berfungsi apabila perubahan tadi berjalan dengan teratur, maka dalam hal ini hukum berperan sebagai lembaga kemasyarakatan yang dapat menjamin perubahan berjalan dengan teratur dan tertib. Keteraturan dan ketertiban merupakan tujuan dalam pembangunan. Karena itu dari sudut ini hukum tidak dapat diabaikan fungsinya dalam pembangunan.
Bila diamati maka permasalahan hukum yang menonjol di negara kita ialah : (1) pembinaan hukum, (2) permasalah hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat, (3) penegakkan hukum baik hukum sebagai sosial kontrol maupun hukum sebagai sosial engineering. (Soerjono Sukanto, 1976).
Penegakkan hukum di Indonesia sudah jelas dari uraian-uraian terdahulu bahwa sistem hukum yang kita gunakan sekarang ini adalah duelisme, yakni sementara kita memperlakukan hukum atau sistem hukum yang diwariskan dari kolonial belanda dan juga diperlakukan sistem hukum adat. Persoalan yang timbul dalam penegakkannya adalah pada saat yang sama pemerintah berkehendak memperlakukan sistem hukum positi sementara masyarakat yang bersangkutan taat pada disiplin hukum adat.
Akibatnya menimbulkan kesulitan dalam penegakkan hukum itu, bahkan pada saat tertentu hampir disetiap kasus dijumpai hal seperti itu. Nah, untuk mengatasi masalahnya, pemerintah harus memperhatikan sistem hukum apa yang harus ditaati oleh masyarakat Indonesia sekarang ini. Sebagai bahan renungan huum agraria (UU Pokok Agraria No. 5 1960), UU ini sudah berapu puluh tahun dinyatakan berlaku di Indonesia, akan tetapi tidak boleh dikatakan penelitian sejauh mana pelaksanaannya sampai sekarang ini. Mengapa terjadi demikian karena proses pembuatannya tidak diadakan penelitian secara mendalam tentang sistem hukum apa yang sementara di anut masyarakat, dan kelihatannya UU ini tidak mampu menjadi sosial engineering (alat untuk mengubah masyarakat). Kita serahan kepada yang berwenang untuk menjawabnya.


BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan yang menjadi realita kehidupan maka dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan hukum seperti masalah korupsi, suap menyuap, kriminalitas tingkat tinggi, kejahatan seksual, prostitusi, pencemaran nama baik di dunia maya, penggusuran, adanya fasilitas mewah di penjara, rencana pengaturan penyadapan dan lain sebagainya. Banyakya praktek-praktek penyelewengan penegakan hukum dimana hukum berlaku tajam untuk kalangan bawah dan tumpul untuk kalangan atas, sehingga banyak yang beranggapan bahwa hukum hanyalah menjadi suatu selogan yang bermodalkan palu wasiat yang sangat luar biasa. Namun yang terjadi dalam pengampikasiannya yang benar bisa menjadi salah dan yang salah bisa menjadi benar hal ini dikarenakan para aparat-aparat penegak hukum bukan membela yang benar akan tetapi membela yang bayar.
Hal ini terjadi dikarenakan beberapa faktor diantaranya ; faktor ekonomi, politik atau kekuasan serta kuarangnya pengawasan dan ketegasan pemerintah dan aparat-aparat penegak hukum yang tidak jujur dalam penegakan hukum serta ketaatan masyarakat itu sendiri dalam mentaati peraturan dan hukum yang berlaku.
B.       Saran
Melihat realita yang terjadi seharusnya dalam membangun kesadaran hukum dalam masyarakat merupakan usaha yang tidak boleh berhenti. Upaya menumbuhkannya harus dilakukan disemua lini kehidupan, mulai dari rumah tangga, sekolah, lingkungan dan masyarakat. Yang paling penting para pejabat, aparat pemerintah, para tokoh masyarakat, penegak hukum memiliki pengaruh yang sangat penting. Mereka inilah yang seharusnya berdiri paling depan dalam membangun kepatuhan pada hukum. Mereka harus menunjukkan keteladanannya sebagai hamba hukum yang baik sehingga masyarakat mencontoh dan mengikuti prilaku mereka, bukan malah menunjukkan sifat yang menyimpang sehingga masyarakat berfikir negatif kepada mereka.
Sekarang ini harus dilakukan sebuah gerakkan kultural dalam masyarakat kita yang dilaksanakan semua pihak untuk menjadikan kepatuhan pada hukum sebagai bagian penting dalam kehdupan sehari-hari.
Sementara itu demokrasi yang harus dibangun adalah yang bersifat human, menghargai sesama manusia, tidak ekslusif dan diskriminatif. Membuka diri untuk berdialog, bersedia berbeda pendapat, punya hubungan baik dan santun dalam berinteraksi dan berkomunikasi sesamamanusia. Menjauhi sifat otoriter dan menghindari konflik, serta selalu memotiasi orang lain untuk mengutarakan pendapat dan aspirasi yang dikandungnya.




DAFTAR  PUSTAKA
Bagaskara, Tirta Aji. 1994. Sistem Hukum dan Peradilan Nasional. Djakarta : Balai Pustaka.
Hendri B. Mayo, 1995. Pemerintahan dan Demokrasi Politik Dari Hakikat ke Tanggung Jawab Jilid II. Djakarta: Gramedia.
Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Patahna, Muchlis. 2010. Hukum dan Demokrasi Membangun Karakter Bangsa. Tangerang, Banten : CV Azkia Jaya.
Sastrawidjaja, Sofjan. 1997. Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar