Makalah
PENEGAKKAN HUKUM
DAN
DEMOKRASI DI INDONESIA
Dosen Pengampuh : Jefri Crisbiantoro, S.Sos.,MH.
Matakuliah : Sistem Hukum
Indonesia
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester
Oleh
:
MUHAMMAD SYARIF AL-QADRI
214 101 040
PROGRAM STUDI ILMU
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU
ADMINISTRASI
UNIVERSITAS
LAKIDENDE
KONAWE
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah initepat pada waktunya.
Selawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam makalah “Penegakan Hukum
dan Demokrasi di Indonesia” kami bermaksud membahas tentang penyimpangan-penyimpangan
hukum dan demokrasi di Indonesia. Adapun tujuan selanjutnya adalah untuk memenuhi tugas ujian tengah semester.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari yang namanya
kesempurnaan maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Uepai, 27 Mei 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C.
Tujuan dan Manfaat................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
BAB
III PEMBAHASAN
A. Membangun Lembaga Hukum yang Berwibawa .................................... 6
B. Implementasi Cita-Cita Reformasi .......................................................... 8
C. Indinesia Masa Depan yang Didambakan ............................................... 10
D. Demokrasi Jalan Menuju Kesejahteraan Rakyat...................................... 12
E. Beberapa Masalah Penegakkan Hukum di Indonesia.............................. 15
BAB
IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 19
B. Saran......................................................................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah hukum dan demokrasi selalu
aktual dan bahkan menjadi problem sehari-hari yang di hadapi masyarakat dan
negara. Karena itu persoalannya selalu berkembang dan menjadi pemikiran yang
tidak pernah habisnya. Masalah hukum dan demokrasi tak pernah habis-habisnya
muncul di indonesia. Akhir-akhir ini seperti yang terjadi, berbagai kasus yang
mendominasi pemberitaan berkaitan dengan masah-masah hukum, sebut saja masalah
korupsi, suap menyuap, kriminalitas tingkat tinggi, kejahatan seksual,
prostitusi, pencemaran nama baik di dunia maya, penggusuran, adanya fasilitas
mewah di penjara, rencana pengaturan penyadapan dan lain sebagainya.
Kemudian sebuah kasus yang cukup menyita
perhatian juga muncul yaitu masalah ketidakadilan dalam hukum yang dirasakan
rakyat kecil dalam kasus-kasus pencurian yang tidak seberapa nilainya, tapi
mendapat vonis hukum yang dirasakan tidak pantas. Salah satu contoh kasus yang
baru-baru ini gempar dibincangkan di media yaitu kasus nenek Asyani.
Sedangkan yang berhubungan dengan
persoalan demokrasi kita melihat munculnya ketidakpuasan dalam hasil pemilihan
bupati, pemilihan kepala daerah, pemilu dan pilpres. Kemudian maraknya
unjukrasa ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah, pemberian fasilitas mewah
bagi para pejabat dan wakil rakyat yang tidak mencerminkan kepekaan sosial.
Dari persoalan hukum dan demokrasi ini
tampak dengan jelas potensial untuk melahirkan ketidakstabilan dalam
masyarakat. Itulah sebabnya, masalah pembangunan bidang hukum dan menanamkan
kesadaran hukum sangat penting peranannya.
Berdasarkan paparan diatas kami tertarik
membahas tentang masalah penegakkan hukum dan demokrasi di Indonesia untuk
mengetahui lebih lanjut bagaimana perlakuan hukum dan demokrasi di Indonesia
yang sebenarnya.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini ialah mengapa selalu terjadi penyimpangan-penyimpangan hukum serta
bagaimana perlakuan pemerintah dalam penegakkan hukum dan demokrasi di Indonesia?
C.
Tujuan
dan Manfaat
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
ialah untuk mengetahui penyebab terjadi penyimpangan-penyimpangan hukum serta
perlakuan pemerintah dalam penegakkan hukum dan demokrasi di Indonesia.
Adapun manfaat penulisan makalah ini
adalah untuk bahan masukan serta merupakan bahan tambahan ilmu pengaetahuan dan wawasan serta sebagai
mahasiswa yang menjadi generasi penerus bangsa mampu pengantisipasi ketika terjadinya
penyimpangan-penyimpangan hukum dan demokrasi tersebut.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Hukum
adalah himpunan peraturan atau perintah dan larangan yang mengurus tata tertib
masyarakat sehingga harus ditaati ( E. Utrech ).
Hukum
adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat yang harus diindahkan oleh
masyarakat sebagai jaminan kepentingan bersama dan jika di langgar akan
menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran tersebut ( Leon Duguit ).
Hukum
adalah peraturan yang menentukan bagaimana seharusnya seseorang dalam
masyarakat, yang didalamnya berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang
bersifat memaksa akan mendapatkan sanksi sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran, dan dibuat oleh lembaga yang berwenang. ( L. J Van Apeldorn ).
Hukum
adalah peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat dan dibuat oleh lembaga yang berwenang (J.C.T Simorangkir ).
Pada
dasarnya hukum memiliki berbagai tujuan yang arahnya pada usaha untuk
memberikan perlindungan serta pengayoman kepada kepentingan individu ataupun
masyarakat secara seimbang. Hukum di ciptakan dan ditetapkan untuk mengatur
ketertiban masyarakat. Dalam pergaulan hidup di masyarakat terdapat banyak
kepentingan hidup yang harus dipenuhi. Dengan demikian cara pemenuhan kebutuhan
tersebut masyarakat memerlukan suatu cara untuk mengatu dan menjamin
terlaksananya hukum itu ( Bagaskara, 1994 : 56 )
Berdasarkan beberapa pendapat menurut
para ahli tentang hukum dapat disimpulkan bahwa hukum adalah himpunan peraturan
tingkah laku para anggota masyarakat yang di buat oleh lembaga yang berwenang
serta harus diindahkan yang bersifat memaksa dan bila melanggar maka akan mendapatkan sanksi sesuai dengan berat
ringannya pelanggaran.
Peristilahan tindak pidana mempunyai terjemahan dari
Bahasa Belanda, yaitu Straafbaar feit,
selain itu juga digunakan delik yang berasal dari bahasa delictum. Indonesia sendiri memakai istilah delik. Dalam beberapa
buku hukum pidana dan beberapa peraturan perundang-undangan hukum pidana tidak
sedikit ditemukan istilah lain, yaitu: peristiwa pidana, perbuatan pidana,
perbuatan yang dapat dihukum, dan pelanggaran pidana. Sedangkan menurut
terjemahan resmi tim penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman memakai istilah tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mempunyai alasan sebagai berikut.
(Sofjan Sastrawidjaja, 1997 : 111-112)
a)
Penggunaan
Istilah Tindak Pidana digunakan, bila ditinjau dari segi sosiolog-yuridis
hampir semua perundang-undangan pidana memakai istilah tindak pidana.
b)
Semua lembaga
penegak hukum dan hampir seluruh penegak hukum menggunakan istilah tindak
pidana.
c)
Para mahasiswa
yang mengikuti “ tradisi tertentu ” dengan memakai istilah perbuatan pidana,
ternyata dalam kenyataannya tidak mampu mengatasi dan menjembatani tantangan
kebiasaan penggunaan istilah tindak pidana.
Straafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum
yang berhubungan dengan kesalahan, dan yang dilakuakn oleh orang yang mampu
bertanggung jawab.
(Simons, 1987)
Straafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (straafwaardig) dan dilakukan dengan
kesalahan. (Van Hamel, 1989)
Prof. Moeljatno
memakai istilah perbuatan pidana sebagai terjemahan dari straafbaar feit dan dapat disamakan dengan istilah bahasa Inggris criminal act dapat diartikan sebagai
berikut :
1.
Perbuatan pidana
adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar aturan
tersebut.
2.
Terpenuhinya
syarat-syarat mutlak diantaranya adalah syarat formal, yaitu sesuai dengan
undang-undang serta syarat materil yaitu sifat melawan hukum bahwa perbuatan
tersebut harus dirasakan oleh masyarakat sebagai peraturan yang tidak dapat
dilakukan.
Moeljatno juga
menyamakan perbuatan pidana dengan istilah criminal
act atau istilah actus reus dimana criminal
act juga berarti kelakuan
dan akibat dari suatu kelakuan yang dilarang oleh hukum. Criminal act dapat dipisahkan dari pertanggung jawaban pidana yang
dinamakan criminal liability atau criminal responsibility untuk adanya criminal liability (dapat dipidananya
seseorang) selain dari pada melakukan criminal
act pihak tersebut harus mempunyai kesalahan (guilty). Hal ini dinyatakan dalam kalimat Latin : Actus hon fecit reum, nisimens sit rea (an
act does not make a person guilty, unless the mind is guilty,ketika
seseorang tidak melakukan sesuatu yang bersalah tetapi tidak tertutup
kemungkinan memiliki perasaan bersalah).
Bahwa untuk
pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana
saja, tetapi disamping itu harus ada kesalahan atau sikap batin yang dapat
dicela, terdapat pula dalam asas hukum yang tidak tertulis atau sama dengan tindak
pidana jika tidak ada kesalahan (geen
straaf zonder schuld ohne schuld keine strafe).
Pengertian perbuatan pidana
atau tindak pidana dari Moeljatno dan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dapat disebut pandangan yang “dualistis” terhadap perbuatan pidana atau tindak
pidana sebab dalam pengertian tersebut tidak tercakup pertanggungjawaban pidana
sehingga pandangan dualistis ini memisahkan antara pengertian perbuatan pidana
atau tindak pidana (criminal act/actus
reus) dengan pertangung jawaban pidana (criminal
responbility/mens rea). (
Moeljatno,1993 :114).
Berbeda dengan
Simons dan Van Hamel, pengertian straafbaar
feit atau tindak pidana dapat disebut sebagai pandangan yang luas terhadap straafbaar feit atau tindak pidana
karena dalam pengertian tersebut mencakup pula pertanggung jawaban pidana. Agar
mudah menentukan manakah yang merupakan suatu tindak pidana dan makna yang
bukan, maka diperlukan unsur-unsur tindak pidana.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Membangun Lembaga Hukum yang
Berwibawa
Kita
sering menyebut dengan bangga sebagai bangsa yg berbudi luhur, menghargai
tatakrama, sopan santun dan menilai tinggi martabat dan harkat manusia. Sebagai
bangsa yang religius kepada kita juga ditanamkan pentingnya toleransi dan menghargai
setiap perbedaan keyakinan dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Tetapi
yang membuat kita geleng kepala kenapa belakangan ini dalam masyarakat kita
muncul prilaku kekerasan yang amat tidak sesuai dengan ungkapan budaya luhur
yang acap kita agungkan tersebut. Bahkan kalu kita lihat prilaku kekerasan yang
terjadi dalam masyarakat amat bertentangan dengan nilai luhur yang kita
bangga-banggakan.
Prilaku
kekerasan sekarang ini dipilih sebagai cara instant
untuk menyelesaikan masalah. Prilaku kriminalitas di tingkat masyarakat,
misalnya ditempuh dengan cara membunuh, melukai dan melenyapkan nyawa orang
untuk mendapatkan sejumlah materi dengan cara mudah, salah satu contoh kasus
yang marak saat ini seperti perampokan, pembegalan dan sejenisnya yang bisa
merenggut nyawa seseorang. Ditingkat ideologis dan agama orang melakukan tindak
terorisme dan kebrutalan untukmenunjukkan eksistensi keyakinannya. Sedangkan di
tingkat politis cara-cara melenyapkan nyawa orang diambil sebagai jalan pintas
untuk membungkam sikap kritis seseorang.
Membudayakan
kekerasan untuk meyelesaikan masalah jelas merupakan kecenderungan yang amat
berbahaya. Pertama, menunjukkan masyarakat mengalami degradasi moral dan
merosotnya kualitas etika-budaya masyarakat. Sebab, cara kekerasan merupakan
bagian prilaku masyarakat yang tidak beradap dan primitif.
Kedua,
kekerasan dan prilaku kriminalitas yangmenonjol dalam masyarakat menunjukkan
bahwa negara tidak mampu memberikan rasa aman buat rakyatnya. Negara dengan
kelemahan seperti ini jelas tidak memilikikewibawaan, sebab mandat yang sudah
diberikan untuk memegang dan mengelola kekuasaan tidak mampu di optimalkan
untuk mengendalikan keamanan.
Dengan
demikian, pernyataan mendasar yang perlu dikedepankan jika terjadi instabilitas
atau maraknya kejahatan dalam masyarakat maka perlu adanya evaluasi terhadap
kinerja negara yang bertugas di bidang hukum dan kamtibmas.
Hemat
saya terpeliharanya stabilitas dan keamanan dalam sebuah negara tidak hanya
ditentukan kekuatan personil polisi dan angkatan bersenjata, namun harus
dibangun pula lembaga hukum yang berwibawa dan disegani masyarakat. Demikian
juga, kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakat harus terus menerus
ditingkatkan sehingga melahirkan masyarakat yang berkualitas, yang menggunakan
logika dan cara persuasif dalam bertinda, bukan menonjolkan kekuatan dan
cara-cara yang bersifat fisik.
Perlunya
kita membangun masyarakat yang memiliki kesadaran hukum yang tinggi karena
kualitas penegak hukum baik polisi, jaksa, hakim, dan pengacara jumlahnya
terbatas dibandingkan jumlah penduduk. Dengan perbandingan yang tidak imbang
ini maka tidak memungkinkan seorang penegak hukum dapat melayani keamanan orang
secara memuaskan.
Untuk
mengatasi masalah ini pendekatan yang terbaik dilakukan adalah membangun
kesadaran hukum masyarakat. Artinya, kualitas masyarakat harus ditingkatkan
sehingga prilaku yang bertentangan dengan hukum semakin diminimalisir. Kedua,
masyarakat dan polisi bersinergi dan membangun kemitraan dalam mengatasi
kejahatan sehingga bisa ditekan dan tidak tumbuh dengan cepat.
Yang
perlu kita lakukan sekarang ini adalah bagaimana cara yang efektif membangun
kesadaran hukum masyarakat. Dalam hal ini harus ada keteladanan dan
contoh-contoh yang dipelopori oleh para pejabat dan mereka yang berwenang di
bidang hukum itu sendiri.
Praktek-praktek
hukum harus diterapkan dengan adil, tidak melakukan tebang pilih, siapapun yang
bermasalah harus diberikan sangsi sesuai pelanggaran yang diperbuatnya. Dengan
diterapkannya hukum secara adil maka hukum menjadi berwibawa di tengah
masyarakat.
Aparat-aparat
hukum dan lembaga hukum harus mampu menjaga citranya dalam masyarakat secara
ketat. Sebab, hanya beberapa orang saja yang melakukan perbuatan tidak terpuji
maka stigma buruk akan cepat melekat dalam pikiran orang. Sebutlah lembaga
kepolisian, jika hanya segelintir saja anggotanya yang melakukan perbuatan
tidak terpuji seperti melakukan pemerasan, membaking penjahat, terlibat narkoba
dan lain sebagainya maka nama korp kepolisian akan segera luntur. Hal yang sama
juga berlaku bagi lingkungan hakim, kejaksaan dan para advokat atau pengacara.
Itulah sebabnya, masyarakat yang patuh
pada hukum akan selalu bercermin kepada aparat penegak hukum. Jika mereka mampu
menunjukkan loyalitas dan komitmen yang tinggi pada hukum maka masyarakat akan
mengikuti apa yang mereka anjurkan. Tetapi, jika para penegak hukumnya sendiri
sudah menunjukkan prilaku menyimpang, maka jangan diharapkan akan tercipta masyarakat
yang memiliki tertib hukum dan tertib sosial yang baik dalam sebuah negara.
B. Implementasi Cita-Cita Reformasi
Gerakan
reformasi yang menumbangkan orde baru secara politik bertujuan membangun negara
yang demokratis, sedangkan secara ekonomi menciptakan kesejahteraan seluruh
masyarakat, dan secara hukum membangun pemerintahan berdasarkan supremasi hukum
bagi semua kelompok dan golongan, dan secara sosial budaya mencciptakan
masyarakat yang egaliter, tanpa adanya diskriminasi karena perbedaan tingkatan pendapatan.
Namun,
tidak mudah mewujudkan sebah cita-cita meskipun rezim otoriter yang dilawan
telah tumbang. Dalam negara yang sedang mengalami transisi, prilaku elit
politik yang memerintah maupun masyarakat yang di perintah perlu waktu untuk
berubah sesuaidengan masyarakat yang ingin diwujudkan cita-cita reformasi.
Negara
kita, yang meskipun telah memasuki usia puluhan tahun sejak rezim orde baru
ditumbangkan gerakan reformasi, namun hingga kini belum mempu
mengimplementasikan cita-cita reformasi. Hal ini desebabkan, mentalitas lama
masih kuat berpengaruh dan tidak tereliminasi dengan sendirinya begitu
kekuasaan lama diganti yang baru.
Mentalitas
lama diantaranya adalah penghargaan yang tinggi pada kekuasan. Kekuasaan
dilihat sebagai sumber kekuatan yang menjadikan seorang berwibawa dan merasa
posisinya diatas segalanya dan dapat berbuat atas kemauannya sendiri tanpa
boleh dilawan atau ditentang. Padahal, reformasi seharusnya membawa semangat
persaudaraan dengan menampilkan citra kesatuan, kebersamaan dan menonjolkan
pendekatan persuasif.
Reformasi
yang seharusnya mengikis habis perbuatan tercela ini ternyata justru gagal dan
malah tidak mampu membendung perkembangbiakannya prilaku korupsi. Tolak ukur
keberhasilan pemerintahan reformasi justru harus ditunjukan ketegasannya dalam
membabat habis prilaku KKN.
Yang
kita khawatirkan jika pola kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan
kebudayaan pada era reformasi ini tidak banyak berubah dibandingkan dengan pola
kehidupan sebelumnya, maka mulai muncul kembali perlawanan terhadap sistem
kehidupan yang sekarang. Kalau ini kita mengalami kerugian yang cukup besar,
baik secara ekonomi maupun korban manusia yang seharusnya kita hindarkan.
Kita
harusnya bisa mengambil pelajaran berharga dari peristiwa-peristiwa berdarah
sebelumnya, dan makin dewasa serta bersifat matang dalam kehidupan berpolitik,
berbangsa, dan bernegara. Dan kehidupan yang dewasa itu ditandai dengan pola
pikir yang mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan kepentingan masyarakat
luas diatas segala-galanya, bukan kepentingan golongan, apalagi pribadi dan
keluarga yang selama ini menonjol. Dengan membangun orde reformasi ini lebih
baik, kita berharap tidak muncul reformasi jilid kedua atau yang berikutnya
yang di khawatirkan akan menimbulkan kesengsaraan masyarakat.
C. Indonesia Masa Depan yang
Didambakan
Indonesia
adalah negara yang sedang berproses dan mencari bentuk demokrasi yang ideal.
Sejak pemerintahan orde lama, oerde baru dan orde reformasi sekarang ini belum
terbentuk suatu budaya kehidupan berdemokrasi yang memuaskan masyarakat,
sehingga berbagai letupan sering terjadi yang merupakan wujud kejengkelan pada
kebijakkan penguasa.
Bentu-bentuk
kemarahan masyarakat terhadappemerintah bisa dilihat dalam berbagai unjuk rasa seperti
kasus Bank Century, masalah penggusuran, menyangkut upah buruh masalah korupsi,
mafia peradilan dan lain sebagainya.
Dalam
proses pencarian pemerintahan demokrasi yang ideal seperti yang disebutkan di
atas tindakan dan kebijakan penguasa terhadap rakyat bisa dijadikan rujukan
untuk menilai apakah pemerintahan yang dijalankan sudah sesuai dengan sistem
demokrasi yang sejati.
Suatu
sistem politik tidak dapat dinilai kebenarannya hanya dengan memperlihatkan
prinsip-prinsip pokoknya saja. Tindakan pemerintah dalam bidang kemasyarakatan
juga harus diperhatikan. Bahkan, sebuah lembaga harus dinilai dengan apa yang
dilaksanakannya. (Hendri B. Mayo, 1995: 46)
Berdasarkan
tolak ukur itu maka inti dari sistem pemerintahan yang demokratis adalah
memberikan seluas mungkin kepada rakyat apa yang dibutuhkannya dan seminimal
mungkin menghindari tindakan-tindakan yang menyebabkan penderitaan kepada
rakyat. Dalam tiga masa “Orde” yang pernah pemerintah Indonesia (orde lama,
orde baru dan orde reformasi) tanpa menaikan jasa-jasa mereka, kita juga
melihat terdapat tindakan-tindakan yang menyebabkan rakyat mengalami
penderitaan dan kesusahan.
Dengan
demikian suatu pemerintahan yang demokratis memerlukan pedoman dalam
menjalankan pemerintahan. Pedoman itu sebenarnya dapat digali dalam filsaat
negara kita yaitu pancasila dengan lima sila yang mencakup ketuhanan yang maha
esa, kemanusiaan, keadilan, permusyawaratan dan kesejahteraan sosial. Bila
sila-sila ini diamalkan secara konsekuen dan benar maka sistem pemerintahan
yang demokratis dan memenuhi kepuasan masyarakat akan dapat tercapai. Namun,
kerena pedoman ini masih bersifat umum maka diperlukan penjabaran yang bersifat
action dan praktis dengan berusaha
mencapai nilai-nilai luhur tersebut, den menghindari praktek-praktek pemerintahan
yang bertentangan dengan kelima sila tersebut.
Indonesia
yang ingin diwujudkan kedepan bukan hanya pada sistem pemerintahan demokratis
yang dicirikan sesuai dengan pancasila tetapi juga mengharapkan kehadiran
seorang pemimpin yang mampu mendudukan kewibawaan, kekuasaan dan semangat
pengayoman. Kewibawaan bersumber pada nilai-nilai dan norma luhur, baik yang
bersumber dari ajaran agama, filsatat, pancasila dan lainnya. Kekuasaan, mampu
menggunakannya dengan tepat untuk membangun ketertiban, membangun harmoni, dan
keseimbangan dalam masyarakat, bukan untuk teror dan menimbulkan rasa takut
dalam masyarakat.
Sedangkan
pengayoman, yaitu memberikan perlindungan kepada masyarakat, baik secara
material maupun spiritual. Dalam pengayoman mengandung arti menhukum orang yang
bersalah dan memberikan penghargaan bagi yang berprestasi dan berjasa kepada
masyarakat. Diharapkan, indonesia masadepan mampumelahirkan pemempin yang
bersih, kuat, adil dan berwibawa untuk semua level kepemimpinan. Hanya dengan
persyaratan inilah sebuah bangsa yang berkualitas bisa tercipta.
D. Demokrasi Jalan Menuju
Kesejahteraan Rakyat
Demokrasi
dalam pengertian budaya dan sikap hidup adalah prilaku yang menunjukan komitmen
dan penghargaan pada nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah sikap yang menafikan
arogansi dan kesombongan, sebaliknya menhargai martabat manusia sebagai makhluk
yang dimuliakan Allah pencipta jagat raya ini.
Dengan
demikian dalam demokrasi sebagai sistem budaya, manusia dinilai sama
derajatnya. Tidak ada penggolongan-penggolongan yang menyebabkan manusia
ditempatkan sebagai memiliki derajat randah, menengah dan tinggi. Dalam
demokrasi, seseorang dinilai tinggi keberadaannya bila ia mampu menhormati
manusia sebagai manusia, bukan karena manusia itu memiliki berbagai kelebihan
baik material maupun status dan kedudukannya dalam masyarakat.
Karena
itu seorang yang demokrat adalah seorang yang berjuang dan membangun dirinya
untuk menjadi pribadi yang human, bersahabat
dengan orang lain, terbuka, ramah, santun kepada siapapun,tanpa memiliki
prasangka buruk dan kecurigaan kepada siapa saja.
Seorang
yang demokrat adalah seorang yang selalu membuka diri untuk berdialog, bersedia
berbeda pendapat tanpa harus berkonflik dan tetap menjaga persahabatan dan
hubungan baik. Demokrat sejati tidak mungkin bersifat otoriter dan membungkap
pikiran dan pendapat orang lain, sebaliknya ia merangsang orang untuk
mengutarakan aspirasi, keinginan dan gagasan untukdidiskusikan bersam baik
untuk mencari kebenaran maupun jalan pemecahan masalah.
Namun,
ruang kebebasan berbicara, berpendapat dan beraktifitas yang dibuka secara luas
tentulah tetap dalam koridor rasa tanggung jawab. Bagaimanapun suatu kebebasan
yang lepas kendali bisa menyebabkan tergantungnya tertib sosial dan keamanan
masyarakat. Dengan begitu, seorang demokrat berfikir jauh kedepan dan mampu
melihat implikasi atau akibat dari sebuah gagasan yang dikembangkannya.
Ciri
selanjutnya budaya kehidupan berdemokrasi adalah berlakunya kekuatan hukum
dalam segala kehidupan. Supremasi hukum menjadi alat kontrol pengantur prilaku
seluruh masyarakat dan diterapkan secara adil tanpa memberikan perlakuan khusus
kepada siapapun, baik itu pejabat, orang aya, tokoh berpengaruh dalam masyarakat
dan lainnya. Dalam mengimplementasikan kekuatan hukum tidakada prilaku tebang
pilih dan pilih kasih. Hukum yang berkeadilan harus dilaksanakan apapun
konsekuensi yang harus dihadapi.
Tetapi,
tentu harus ada usaha dalam masyarakat yang merangsang dan berupaya membangun
masyarakat agar sadar dan patuh pada hukum. Dalam masyarakat yang mempunyai
keinginan kuat untuk menerapkan nilai-nilai demokrasi harus selalu ada figur
yang intens berfikir dan bekrja untuk membangun masyarakat yang sadar hukum.
Memang
kalau dilihat persoalan yang berkaitan dengan hukumdan hak asasi manusia di
negara kita tergolong berat. Jumlah orang miskin yang masih tergolong besar
masih merupakan beban yang belum terpecahkan oleh pemerintah, baik untuk
meningkatkan pendapatan, pendidikan dan kualitas hidup mereka. Kesenjangan
antara yang kaya dengan yang miskin merupakan bibit subur terjadinya konflik
dan ketegangan, serta penindasan hak asasi manusia.
Walaupun
faktor pendidikan dan tingkat kesejahteraan buan menjadi sebab utama terbentuknya
kesadaran hukum, tetapi paling tidak masyarakat yang secara ekonomi lebih baik
dan terdidik cukup kuat kemauannya untuk mematuhi hukum. Dengan demikian tidak
bisa dibantah dalam rangka pembangunan kesadaran hukum masyarakat secara
berbarengan harus pula ditingkatkan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat.
Sekarang
ini kita melihat betapa masyarakat lemah harus berjuang untuk bertahan hidup.
Mereka cukup memiliki kreatifitas bergelut di sektor informal. Ditengah
keterbatasan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja mereka mampu memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi sayang kurang mendapat akomodasi dari pemerintah, baik
modal maupun perlindungan sehingga sering berbenturan dengan pihak keamanan.
Padahal, mereka melakuan suatu usaha untuk survive
dalam hidup sebagai bagian dari hak asasi yang harus dilindungi dan dijamin
oleh konstitusi.
Sebenarnya,
pemerintah harus lebih serius membangun birokrasi yang efisien yang jauh dari
kebocoran korupsi. Jika kita amati kasus-kasus korupsi produktif yang akhir-akhir
ini terungkap dan dibawa ke jalur hukum betapa besar kekayaan negara yang bocor
dan mengalir ke berbagai pribadi dan lembaga. Bagawan ekonomi Sumitro pernah
mengatakan 30% dari APBN bocor alias di korupsi. Padahal,seharusnya dana yang
raib ini menjadi dana yang diperuntukan membangun masyarakat lemah dan kecil,
kalangan yang hidup miskin dan mereka yang berada di bawah garis kemiskinan,
baik untuk memberdayakan ekonimi mereka, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Masyarakat
yang hidup dalam nilai-nilai demokrasi adalah yang selalu terpanggil
memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Mereka menempatkan kepentingan orang
banyak diatas yang lainnya, mereka selalu ingin memperbaiki struktur masyarakat
yang timpang, baik kerena perbedaan tingkat ekonomi, pendidikan, status sosial
dan lainnya. Demokrasi dengan asas kedaulatan berada di tangan rakyat
mengandung makna kesejahteraan rakyatlah yang utama ingin diwujudkan, bukan
kepentingan penguasa dan aparat-aparatnya. Dalam demokrasi, kepala pemerintahan
dan para pejabatnya adalah pelayan yang bekrja untuk kesejahteraan rakyat.
Singkat
kata seorang demokrat adalah yang memiliki jiwa kenegaraan, punya rasa
sensisitivitas soaial yang tinggi (social
sensitivity) pada nasib dan persoalan hidup yang dihadapi orang banyak.
Merasa ikut bertanggung jawab untuk mencarikan penyelesaian sehingga
kesulitan-kesulitan dan penderitaan hidup dapat diatasi. Menjauhi kepentingan
sendiri dan mengutamakan kepentingan orang banyak. Pemerintahan dan pejabat
yang demikianlah yang kita harapkan lahir dengan pembangunan demokrasi yang
kita ingin tumbuhkan.
E. Beberapa Masalah Penegakkan Hukum
di Indonesia
Rakyat dan pemimpin-pemimpin
negara-negara yang merdeka sesudah Perang Dunia II umumnya ingin hidup makmur
dan mencapai derajat yang tinggi dalam pembangunan. Para pemimpin negara-negara
baru tersebut merasakan adanya suatu desakan agar negaranya dapat diterima
sebagai anggota keluarga modern yang terutama terdiri dari negara-negara barat.
Konsekwensi dari adanya desakan tersebut adalah timbulnya usaha yang keras
untuk mengadakan pembangunan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial maupun
bidang hukum.
Kehendak
untuk mensejahterakan diri dari negara berkembang dengan negara maju termasuk
Indonesia sangatlah besar, namun dalam proses pencapaian tujuan tersebut tidak
semudah apa yang diduga semula pensejajaran negara berkembang dalam berbagai
aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, aspek politik, aspek sosial, aspek
budaya maupun aspek hukum, maka digalakkanlah pembangunan di segala bidang. Akan
tetapi yang saya soroti dalam tulisan ini mengapa penegakkan hukum di Indonesia
begitu rumit permasalahannya ?
Mungkin
di bidang lain misalnya ekonomi untuk saat ini bagi Indonesia kelihatannya
berjalan secara mulus karena negara-negara asing masih mau menanamkan modalnya
di negara kita.
Penegakan
hukum di Indonesia memang sudah diusahakan oleh pemerintah menjadikan Indonesia
menuju negara hukum yang sesungguhnya. Namun, dalam proses menuju negara hukum
tersebut banyak tantangan-tantangan yang dihadapi. Tantangan itulah yang perlu
diketahui secara mendalam untuk dicarikan jalan keluarnya sehingga masalahnya
tidak berlarut-larut di negara yang tercinta ini.
Apabila
ditinjau kembali secara mendalam perihal adanya kemungkinan ketidakseimbangan
antara berbagai sektor kehidupan, maka keadaan tersebut mungkin saja
menimbulkan ketegangan-ketegangan atau perasaan-perasaan tidak puas yang
merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat proses pembangunan. Oleh karena
itu penting sekali bagi para perencana dan pelaksana pembangunan untuk selalu
siap dalam menhadapi faktor-faktor penghambat. Identifikasi yang tepat terhadap
masalah-masalah; analisis terhadap sumber-sumbernya dan tindakan-tindakan yang
terencana dengan baik untuk mengatasi masalah tersebut, akan dapat menyelamatkan
masyarakat dari faktor-faktor sosial, ekonomi, politik yang membahayakan
keseimbangan. Ketika masalah-masalah tersebut dapat teratasi, maka diperlukan
alat-alat yang kuat untuk memelihara keseimbangan yang ada terhadap tekanan
dari berbagai unsur kemasyarakatan.
Permasalahan
khususnya dibidang hukum, Indonesia menghadapi problema yang tidak kecil dalam
kerangka proses pembangunan yang dewasa ini sedang berjalan. Ekspansi dari
dunia barat pada umumnya dan kekuasaan kolonial pada khususnya telah
memperkenalkan atau bahkan memaksakan berlakunya lembaga-lembaga hukum
lokal-tradisional berlaku sekaligus, walaupun tidak sesuai atau selaras, dan
bahkan dalam keadaan dimana terjadi pertentangan-pertentangan yang sangat
tajam. Berhentinya kekuasaan kolonial dan mulainya zaman kemerdekaan tidak
membawa perubahan yang berarti di bidang hukum, walaupun perubahan-perubahan
yang hakiki dialami dalam bidang politik, ekonomi dan sosial.
Keadaan
tersebut tidak saja menimbulkan kepincangan-kepincangan antara bidang hukum
dengan bidang-bidang lainnya, sebab di bidang hukum sendiri masih berlakunya
berbagai sistem hukum.
Permasalahan
hukum di Indonesia ditinjau dari kerangka proses pembangunan negara berkembang
perlu ditegaskan bahwa hakikat pembangunan adalah adanya perubahan.
Bagaimanapun pembangunan itu diartikan dan apapun yang dijadikan ukuranya
proses perubahan merupakan ciri yang
tepat dalam pembangunan. Proses perubahan akan berfungsi apabila perubahan tadi
berjalan dengan teratur, maka dalam hal ini hukum berperan sebagai lembaga
kemasyarakatan yang dapat menjamin perubahan berjalan dengan teratur dan
tertib. Keteraturan dan ketertiban merupakan tujuan dalam pembangunan. Karena
itu dari sudut ini hukum tidak dapat diabaikan fungsinya dalam pembangunan.
Bila
diamati maka permasalahan hukum yang menonjol di negara kita ialah : (1)
pembinaan hukum, (2) permasalah hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat,
(3) penegakkan hukum baik hukum sebagai sosial kontrol maupun hukum sebagai
sosial engineering. (Soerjono Sukanto, 1976).
Penegakkan
hukum di Indonesia sudah jelas dari uraian-uraian terdahulu bahwa sistem hukum
yang kita gunakan sekarang ini adalah duelisme, yakni sementara kita
memperlakukan hukum atau sistem hukum yang diwariskan dari kolonial belanda dan
juga diperlakukan sistem hukum adat. Persoalan yang timbul dalam penegakkannya
adalah pada saat yang sama pemerintah berkehendak memperlakukan sistem hukum
positi sementara masyarakat yang bersangkutan taat pada disiplin hukum adat.
Akibatnya menimbulkan kesulitan dalam
penegakkan hukum itu, bahkan pada saat tertentu hampir disetiap kasus dijumpai
hal seperti itu. Nah, untuk mengatasi masalahnya, pemerintah harus
memperhatikan sistem hukum apa yang harus ditaati oleh masyarakat Indonesia
sekarang ini. Sebagai bahan renungan huum agraria (UU Pokok Agraria No. 5
1960), UU ini sudah berapu puluh tahun dinyatakan berlaku di Indonesia, akan
tetapi tidak boleh dikatakan penelitian sejauh mana pelaksanaannya sampai
sekarang ini. Mengapa terjadi demikian karena proses pembuatannya tidak
diadakan penelitian secara mendalam tentang sistem hukum apa yang sementara di
anut masyarakat, dan kelihatannya UU ini tidak mampu menjadi sosial engineering
(alat untuk mengubah masyarakat). Kita serahan kepada yang berwenang untuk
menjawabnya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan yang
menjadi realita kehidupan maka dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan
hukum seperti masalah korupsi, suap menyuap, kriminalitas tingkat tinggi,
kejahatan seksual, prostitusi, pencemaran nama baik di dunia maya, penggusuran,
adanya fasilitas mewah di penjara, rencana pengaturan penyadapan dan lain
sebagainya. Banyakya praktek-praktek penyelewengan penegakan hukum dimana hukum
berlaku tajam untuk kalangan bawah dan tumpul untuk kalangan atas, sehingga
banyak yang beranggapan bahwa hukum hanyalah menjadi suatu selogan yang
bermodalkan palu wasiat yang sangat luar biasa. Namun yang terjadi dalam
pengampikasiannya yang benar bisa menjadi salah dan yang salah bisa menjadi
benar hal ini dikarenakan para aparat-aparat penegak hukum bukan membela yang
benar akan tetapi membela yang bayar.
Hal
ini terjadi dikarenakan beberapa faktor diantaranya ; faktor ekonomi, politik
atau kekuasan serta kuarangnya pengawasan dan ketegasan pemerintah dan aparat-aparat
penegak hukum yang tidak jujur dalam penegakan hukum serta ketaatan masyarakat
itu sendiri dalam mentaati peraturan dan hukum yang berlaku.
B.
Saran
Melihat realita yang terjadi seharusnya
dalam membangun kesadaran hukum dalam masyarakat merupakan usaha yang tidak
boleh berhenti. Upaya menumbuhkannya harus dilakukan disemua lini kehidupan,
mulai dari rumah tangga, sekolah, lingkungan dan masyarakat. Yang paling
penting para pejabat, aparat pemerintah, para tokoh masyarakat, penegak hukum
memiliki pengaruh yang sangat penting. Mereka inilah yang seharusnya berdiri
paling depan dalam membangun kepatuhan pada hukum. Mereka harus menunjukkan
keteladanannya sebagai hamba hukum yang baik sehingga masyarakat mencontoh dan
mengikuti prilaku mereka, bukan malah menunjukkan sifat yang menyimpang
sehingga masyarakat berfikir negatif kepada mereka.
Sekarang ini harus dilakukan sebuah
gerakkan kultural dalam masyarakat kita yang dilaksanakan semua pihak untuk
menjadikan kepatuhan pada hukum sebagai bagian penting dalam kehdupan
sehari-hari.
Sementara itu demokrasi yang harus
dibangun adalah yang bersifat human,
menghargai sesama manusia, tidak ekslusif dan diskriminatif. Membuka diri untuk
berdialog, bersedia berbeda pendapat, punya hubungan baik dan santun dalam
berinteraksi dan berkomunikasi sesamamanusia. Menjauhi sifat otoriter dan
menghindari konflik, serta selalu memotiasi orang lain untuk mengutarakan
pendapat dan aspirasi yang dikandungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bagaskara, Tirta Aji.
1994. Sistem Hukum dan Peradilan Nasional. Djakarta : Balai Pustaka.
Hendri
B. Mayo, 1995. Pemerintahan dan Demokrasi
Politik Dari Hakikat ke Tanggung Jawab Jilid II. Djakarta: Gramedia.
Moeljatno. 1993. Asas-Asas
Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Patahna, Muchlis. 2010. Hukum dan Demokrasi Membangun Karakter
Bangsa. Tangerang, Banten : CV Azkia Jaya.
Sastrawidjaja, Sofjan. 1997. Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar